BRIEF.ID- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan Indonesia untuk terus memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian, menyusul kondisi perbankan global yang sedang mengalami tekanan imbas kasus Silicon Valley Bank dan efek rembetannya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menilai kerentanan yang saat ini terjadi di perbankan global terutama dipicu oleh kegagalan bank tertentu di Amerika Serikat dan Eropa tidak memiliki dampak signifikan terhadap industri perbankan Indonesia.
“Sejalan dengan arah BCBS (Basel Committee on Banking Supervision), perbankan Indonesia terus memperkuat penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan prinsip kehati-hatian antara lain dengan melakukan stress testing dan pemantauan terhadap portofolio aset dan liabilitas bank termasuk risiko konsentrasi pada pinjaman dan pendanaan,” ujar Dian Ediara Rae dalam pernyataan tertulisnya.
Baru-baru ini, Dian Ediana Rae telah menghadiri pertemuan BCBS pada 22 – 23 Maret 2023 di Hong Kong yang juga membahas perkembangan terkini kondisi perbankan global. BCBS menilai bahwa kondisi makroekonomi global saat ini sedang dalam tataran yang sangat dinamis. Pergerakan inflasi global yang sedang meningkat akibat disrupsi rantai pasok komoditas dan energi telah direspons dengan kenaikan suku bunga di berbagai yurisdiksi.
Selanjutnya dalam menyikapi kasus SVB dan efek rembetannya, meski dampaknya minimal pada industri perbankan Indonesia, Dian Ediana Rae menekankan kepada perbankan agar prinsip-prinsip dasar kehati-hatian terus menjadi perhatian.
“Rasio kecukupan modal dan ketersediaan likuiditas pada aset yang berkualitas tinggi harus tetap dijaga. Praktek-praktek excessive risk taking behaviour yang spekulatif harus dihindari. Selain itu, untuk menguji katahanan perbankan, secara regular perbankan diminta melakukan stress test pada berbagai skenario.”
Dia mengungkapkan berbagai indikator menunjukkan bahwa perbankan Indonesia dalam kondisi yang solid dengan rata-rata rasio prudensial yang tetap di atas rata-rata perbankan global. Sebagai gambaran, pada posisi Januari 2023, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,93 persen dan sekitar 85 persen komponen modal masuk dalam klasifikasi modal inti (Tier 1 capital; CET 1).
Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52 persen dan Eropa sebesar 16,13 persen. Selain itu, kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net-Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing tercatat sebesar 238,22 persen dan 134,58 persen.
Kondisi likuiditas tersebut juga jauh lebih baik dibandingkan dengan rasio LCR dan NSFR perbankan di Amerika sebesar 120,43 persen dan 123,20 persen serta perbankan di Eropa sebesar 152,39 persen dan 120,21 persen.
Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa OJK akan terus memperkuat koordinasi antarotoritas terutama dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna memastikan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga.
Lebih lanjut, dia menjelaskan penutupan Sillicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat pada dasarnya dipicu masalah teknis individu bank terkait mismatch asset & liabilities management yang tidak di-cover dengan ketersediaan likuiditas dan modal yang memadai. Hal ini memicu permasalahan psikologis dengan turunnya kepercayaan pada institusi keuangan. Dampaknya, penurunan kepercayaan tersebut telah memberi efek rembetan pada beberapa bank lain dan menyebar lintas yurisdiksi.
No Comments