JAKARTA – Ibukota negara saat ini berada di DKI Jakarta yang berfungsi tidak hanya sebagai pusat pemerintah namun juga pusat ekonomi nasional. Karena kepadatan, daya dukung lingkungan yang menurun seperti sering terjadinya banjir, penurunan muka air tanah, kemacetan, kekurangan air bersih dan keterbatasan lahan menyebabkan fungsi Ibukota mulai menurun dan tidak efisien. Jumlah kerugian akibat kemacetan dan tidak efisiennya penggunaan bahan bakar saja dapat mencapai 65 triliun rupiah di tahun 2017. Selain itu, ketimpangan antara Indonesia bagian timur dengan Indonesia bagian barat masih cukup besar hingga kini. Di tahun 2017, wilayah Jabodetabek berkontribusi sebesar 20,85% dan pulau Jawa berkontribusi sebesar 58,49 persen dari PDB nasional (BPS, 2018). Jumlah penduduk Jakarta di tahun 2016 adalah kurang lebih 4% dari penduduk Indonesia namun jika memperhitungkan penduduk Jabodetabek proporsinya adalah sebesar 10%. Penduduk Pulau Jawa sendiri saat ini adalah sebesar 150 juta atau sekitar 57% dari total penduduk Indonesia.
Selanjutnya, 3 alternatif pemindahan Ibu Kota Negara adalah:
1. Menetapkan Distrik Pemerintahan (Government District), tetap di Jakarta, kawasan khusus Pemerintahan di sekitar istana, Jakarta, contoh Vientiane (Laos); Jurong Gateway (Singapore); Pudong (Shanghai); HafenCity (Hamburg)
2. Memindahkan Ibu Kota ke wilayah dekat Jakarta dengan jarak 50-70 km, contoh: Putrajaya (Malaysia); Kotte (Sri Lanka); New Kabul (Afghanistan), dan
3. Memindahkan Ibu Kota ke Luar Jawa/KTI, contoh: Brasilia (Brazil); Sejong (Korea); Canberra (Australia); Washington DC (USA); Islamabad (Pakistan), Astana (Kazakhstan), dan Naypidyaw (Myanmar)
Berdasarkan hasil Rapat Terbatas Kabinet pada 29 April 2019, Presiden RI telah memutuskan untuk memilih alternatif ketiga yaitu ke luar Jawa dan harus berada di tengah NKRI untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi serta harus dapat mendorong pemerataan antara wilayah Barat dan Timur Indonesia.
Untuk itu dipandang perlu untuk memindahkan Ibukota dengan pertimbangan untuk:
1. mengurangi beban Jakarta dan Jabotabek;
2. mendorong pemerataan pembangunan ke wilayah Indonesia bagian timur;
3. mengubah mind-set pembangunan dari Jawa Centris menjadi Indonesia Centris;
4. memiliki ibukota negara yg merepresentasikan identitas bangsa, kebhinekaan dan penghayatan terhadap Pancasila;
5. meningkatkan pengelolaan pemerintahan pusat yang efisien dan efektif
6. memiliki Ibukota yang menerapkan konsep smart, green, and beautiful city untuk meningkatkan competitiveness secara regional maupun internasional.
Kriteria penentuan lokasi yang digunakan adalah:
1. Lokasi Strategis, secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia
2. Tersedia lahan luas milik pemerintah/BUMN Perkebunan untuk mengurangi biaya investasi.
3. Lahan harus bebas bencana gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, serta kebakaran hutan dan lahan gambut
4. Tersedia sumber daya air yang cukup dan bebas pencemaran lingkungan
5. Dekat dengan kota eksisting yang sudah berkembang untuk efisiensi investasi awal infrastruktur.
a. Akses mobilitas/logistik : bandara, pelabuhan dan jalan.
b. Ketersediaan pelabuhan laut dalam sangat penting untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim melalui konektivitas tol laut antar pulau.
c. Tingkat layanan air minum, sanitasi, listrik, dan jaringan komunikasi yang memadai untuk dikembangkan
6. Potensi konflik sosial rendah dan memiliki budaya terbuka terhadap pendatang,
7. Memenuhi perimeter pertahanan dan keamanan.
Jumlah ASN yang akan dipindahkan berkorelasi dengan luas lahan yang diperlukan. Dengan kondisi saat ini, lahan yang dibutuhkan mencapai 40.000 Ha, sementara dengan melakukan right sizing jumlah ASN diperlukan lahan seluas 30.000 Ha. Jumlah ASN yang dipindahkan pada skenario pertama adalah sebesar 195.550 orang, sehingga total jumlah penduduk Ibukota akan menjadi 1,5 juta orang termasuk keluarga, perangkat pendukung dan pelaku ekonomi. Dalam Skenario kedua dengan rightsizing, ASN yang dipindahkan adalah sebesar 111.510 orang, dengan demikian jumlah penduduk total hanya akan mencapai 870.000 orang. Berdasarkan dua skenario tersebut, diestimasikan kebutuhan biaya sebesar Rp. 446 triliun dan Rp. 323 triliun. Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara ini akan menjadi bagian dalam rencana pembangunan periode selanjutnya sehingga dibutuhkan komitmen kuat, partisipasi seluruh pemangku kepentingan, serta kelembag mega-project yang kohesif dan solid.