BRIEF.ID – Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha mengatakan, harga murah yang ditawarkan penyedia jasa internet berbasis satelit, Starlink belum tentu tergolong dalam praktik penjualan barang di bawah harga modal predatory pricing.
“Namanya predatory pricing, tidak sekadar harga murah. Jadi, kalau saya baca di media-media itu harga murah langsung menuduhnya, bilangnya predatory pricing. Nah, itu tidak benar,” kata Eugenia seperti diberitakan Antara, Kamis (30/5/2024).
Ia mengatakan, yang dikategorikan harga murah bukan hanya Starlink, tetapi semua produk-produk di mana para pesaingnya masuk dengan harga yang lebih murah.
“Itu juga belum tentu dan kemungkinan besar itu bukan predatory pricing,” tambah dia.
Hal senada juga diungkapkan anggota KPPU Hilman Pujana. Hilman mengatakan, ada sejumlah persyaratan lainnya yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebagai predatory pricing.
Sementara itu, akademisi dari Universitas Indonesia (UI) Ine Minara Ruky menjelaskan, yang dimaksud predatory pricing adalah sebuah strategi yang bertujuan untuk menyingkirkan semua pesaing dari pasar dengan menetapkan harga di bawah biaya untuk mendapatkan posisi monopoli.
“Tapi setelah itu dia harus punya kemampuan untuk memulihkan kerugian yang dia derita selama masa predatory dengan menetapkan harga yang sangat tinggi, harga monopoli kepada konsumennya. Nah untuk berhasil seperti itu, secara teori akan sangat sulit,” kata dia.
Adapun di industri digital, kata dia, praktik tersebut tidak lazim. Persaingan di industri digital bersifat destruktif dan berbasis inovasi, sehingga pemain yang unggul dalam inovasi bisa menggantikan pemain lama.
Namun, pemain lama yang tersingkir, biasanya akan kembali melakukan riset dan berusaha memproduksi produk baru untuk bersaing mengalahkan pemain unggul. Persaingan mencapai posisi monopoli, kata dia, yang unggul dalam inovasi merupakan hal yang sah secara bisnis.
“Nah untuk itu, persaingan yang lebih baik, mereka harus berubah perilakunya di dalam meningkatkan kualitas pelayanannya, di dalam meningkatkan kestabilannya, kemudian kecepatan dari pengunduhan, download. Jadi bersaing lah dalam kualitas,” kata Ine.
Starlink diketahui memberikan potongan harga sebesar 40% untuk penjualan perangkat di Indonesia hingga 10 Juni. Berdasarkan diskon tersebut, perangkat Starlink ditawarkan dengan harga Rp 4,68 juta dari harga Rp7,8 juta.
Ine mengatakan langkah yang dilakukan Starlink bukanlah termasuk predatory pricing melainkan promotional pricing atau harga promosi yang wajar dalam bisnis.
” Starlink menetapkan harga diskon ada batas waktu, sampai kalau tidak salah 10 Juni 2024. Itu bukan predatory pricing. Kalau predatory pricing menerapkan harga di bawah biaya dan dalam jangka waktu tidak terbatas sampai pesaingnya semua tersingkir dari pasar, sehingga dia memperoleh posisi monopoli. Itu dia predatory pricing,” kata Ine.