Jakarta, 4 November 2020 – Pemerintah dinilai perlu segera merealisasikan pembentukan pusat satu data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan ekosistem digital, sebagai pintu masuk untuk pemberdayaan dan mendorong pelaku usaha agar dapat naik kelas guna mempercepat permulihan ekonomi di sektor tersebut.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, mengatakan pembentukan pusat satu data merupakan langkah yang tepat, untuk membangun ekosistem UMKM jauh lebih sehat dan termonitor setiap perkembangan dan pertumbuhan usahanya.
“Membuat satu data bagi sektor usaha mikro, merupakan sebuah terobosan yang sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha UMKM. Karena dapat membantu kebutuhan dan persoalan-persoalan yang dihadapi UMKM dalam menumbuh kembangkan usahanya,” jelasnya.
Menurut Enny, masalah UMKM di Indonesia selama ini adalah sulit untuk naik kelas. Hampir 99% tidak ada perubahan komposisi dari sektor ultra mikro, kecil dan menengah menengah. “Selama ini ada beberapa persoalan klasik yang melingkupi mereka, kemampuan tidak bisa naik kelas itu artinya kan… tidak berkembang, stagnan, usaha hanya untuk bertahan saja,” tegas Enny.
Ada beberapa yang berkembang, tambahnya, tapi mereka tetap berada di sektor UKM karena fasilitas yang ada kebanyakan diberikan untuk yang skala besar. “Akibatnya UMKM selalu tertinggal terus. Contohnya, pembiayaan KUR hanya untuk UKM, sementara yang besar dapatnya insentif fiskal, kemudahan ekspor dan impor.”
Enny menilai hal ini perlu dievaluasi dan dipetakan kembali beberapa kebijakan pemerintah, termasuk salah satu yang diusulkan adalah melakukan redefinisi UKM dan IKM (industri kecil menengah). “Kalau sekarang definisinya UKM di skala Rp5 miliar. Padahal untuk beli peralatan teknologi tinggi (modal kerja) saja saja sudah tidak mencukupi. Saat ini sedang disusun kebijakan turunan Omnibus Law, terkait kategori UMKM dan ultra mikro.”
Masalah lain yang membuat UMKM sulit naik kelas karena berbagai akses yang terbatas, seperti pembiayaan dan pasar. “Karena tidak ada satu pusat data UMKM, sehingga yang mendapatkan akses pembiayaan seringkali dia lagi, dia lagi. Akses pasar juga begitu terkooptasi, karena dikuasai satu jaringan konglomerasi besar. Sehingga meski mereka dapat subsidi bunga dan bisa berproduksi, kalau pasar terbatas KO (knock out) juga, tidak bisa berkembang. Ini yang harus dilakukan perubahan ke depannya.”
Enny menegaskan, UMKM ini serba terbatas. Untuk itu, harus dibangun ekosistem yang bisa dimulai dengan adanya pusat satu data mengenai UMKM. “Misal, BRI sudah kasih pembiayaan, nanti siapa yang bantu akses pemasarannya, kemudian akses untuk meningkatkan mutu. Minimal membuat kemasan yang baik untuk UMKM kita gar tidak kalah bersaing.”
Menurut Enny, pembentukan pusat satu data di sektor ultra mikro pernah disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Pembuatan satu data ini untuk mengintegrasikan ekosistem yang ada. “Istilahnya, jangan hanya berikan masyarakat kecil kail, karena percuma jika ikannya tidak ada. Makanya, harus dikasih juga ikannya. Lalu bagaimana agar ikannya tidak langsung digoreng? Berilah kolam agar hidup dan berkembang. Nah, pusat data ini menjadi pintu membuat kolam atau iklim usaha yang sehat bagi UMKM,” papar Enny.
Ekonom senior itu mengapresiasi Kementerian BUMN berkomitmen untuk mendukung para pelaku ultra mikro dan UMKM melalui tiga aspek utama yaitu infrastruktur, pendanaan, dan akses pasar.
Sebelumnya Erick mengatakan, terkait pendanaan, pihak kementerian akan terus meningkatkan aksesnya melalui sinergi antar BUMN seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Pegadaian (Persero), dan PNM dijadikan satu data bagi sektor usaha mikro (Umi).
Menurut Enny, selama ini sudah banyak komitmen BUMN kepada UMKM seperti Pertamina, dan BUMN besar lainnya. Namun bentuknya masih sebatas binaan yang disalurkan melalui corporate social responsibility (CSR), seperti misalnya bantuan pendanaan, sarana dan prasarana, bukan infrastruktur. Padahal seharusnya BUMN bersinergi dan menyiasati dukungan untuk UMKM dapat naik kelas dengan membangun teknologi digital dan ekosistemnya.
No Comments