BRIEF.ID – Bank Indonesia (BI) memastikan bahwa instrumen aset keuangan Indonesia, khususnya Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), secara fundamental tetap menarik bagi investor asing.
Hal itu disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo merespons kondisi pasar saham yang tengah mengalami tekanan belakangan ini. Sebelumnya pada Selasa siang (18/3/2025), Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) yang dipicu penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai lebih dari 5%.
“Pesan kami kepada para investor bahwa kita pastikan aset keuangan di Indonesia khususnya SBN dan SRBI itu tetap akan menarik bagi investor asing untuk berinvestasi di Indonesia,” kata dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Maret 2025 di Jakarta, Rabu (19/3/2025).
Menurut Perry, imbal hasil (yield) SBN maupun SRBI dipastikan kompetitif dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, termasuk dengan India.
“Investor asing bisa menghitung berapa yield differential SBN maupun SRBI yang lebih tinggi dari yield differential dari sejumlah negara, kawasan termasuk India,” kata dia.
Bank Indonesia juga memastikan stabilitas nilai tukar rupiah sehingga selisih imbal hasil (yield differential), baik sebelum maupun sesudah memperhitungkan stabilisasi rupiah, tetap menarik bagi investor asing.
Selain itu, Bank Indonesia juga akan terus memperbanyak instrumen-instrumen bagi para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Dalam hal ini tidak hanya berhenti pada SBN, tetapi juga SRBI. Adapun SRBI, sebut Perry, sudah ditransaksikan di pasar sekunder rata-rata sekitar Rp 16 triliun per hari.
“Bahkan tidak hanya SRBI, tapi juga kami perluas untuk Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), maupun instrumen-instrumen lain,” kata Perry.
Ia mengatakan bahwa ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi. Imbal hasil (yield) US Treasury turun atau tidak setinggi dibandingkan sebelumnya. Begitu pula indeks mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang tidak sekuat sebelumnya.
Dengan perkembangan ini, portofolio investasi global mulai terjadi pergeseran. Aliran modal global yang semula terkonsentrasi ke AS bergeser sebagian ke komoditas emas serta obligasi di negara maju dan negara berkembang. Sementara portofolio investasi saham masih terkonsentrasi ke negara maju kecuali Amerika Serikat, dan belum masuk ke negara emerging market. (Ant/nov)