BRIEF.ID – DPR RI harus memproses hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024. Jika tidak, kemungkinan akan ada gejolak di masyarakat.
Hal itu, disampaikan mantan Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Maju, tahun 2019-2020, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, saat diwawancara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad pada Podcast “Speak Up” di kanal YouTube, yang dipantau Rabu (6/3/2024).
Fachrul mengatakan, hak angket merupakan salah satu pilihan yang diinginkan rakyat untuk membongkar dugaan kecurangan Pemilu 2024, dibandingkan proses di Mahkamah Konstitusi (MK) atau laporan kepada Badan Pengawa Pemilu (Bawaslu).
Hal itu, sudah terlihat dari gerakan civil society, baik dari kalangan akademisi, budayawan, rohaniwan, mahasiswa, Ormas, hingga purnawirawan TNI yang mendorong DPR untuk menggunakan hak angket dalam menyelidiki kecurangan Pemilu 2024.
Dengan demikian, lanjutnya, seluruh anggota DPR sebagai wakil rakyat seharusnya menerima tuntutan rakyat untuk menggunakan hak angket dalam menyelidiki dugaan kecurangan pemilu, terlepas dari posisinya sebagai anggota partai yang memenangkan pemilu atau pun tidak.
“Kalau misalnya hak angket ini tidak digulirkan tidak dimintai pertanggungjawaban siapa orang yang melakukan kesalahan dan kecurangan dalam Pilpres atau Pemilu ini, justru akan menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat. Semua kan ada sistem. kita telah memberikan macam-macam pilihan dan kelihatannya pada saat ini pilihan yang yang diinginkan dan masih bisa dipercaya rakyat banyak hanya hak angket ini. Inilah pilihan yang konstitusional,” ujar Fachrul.
Dia mengungkapkan, semua orang tahu bahwa hak angket tujuan utamanya adalah penyelidikan terutama untuk melihat kebijakan pemerintah dalam melaksanakan undang-undang atau perundang-undangan. Jika ada indikasi yang menunjukkan penyimpangan, maka hak angket dapat digulirkan.
Berdasarkan tujuan itu, hak angket untuk membongkar kecurangan pemilu sangat positif. Dengan digulirkannya hak angket, maka semua unsur pemerintah yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilu dapat dipanggil untuk mempertanggung jawabkan apakah sudah menjalankan tugasnya dengan adil sekaligus membuktikan apakah dugaan kecurangan benar ataukah tidak.
Dalam hal ini, pihak-pihak yang dapat dipanggil DPR terkait hak angket Pemilu 2024 adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu, presiden, menteri terkait, hingga aparat yang diduga terlibat.
“Jadi saya kira KPU, Presiden dan siapapun pejabat pemerintah yang diundang dalam hak angket ini tidak perlu ada keraguan apa pun untuk hadir. Sampaikan apa yang beliau tahu dan apa yang beliau lakukan dan itu kemudian akan menjadi bahan dalam diskusi-diskusi di DPR terkait dengan hak angket itu,” ujar Fachrul.
Dia menegaskan, arah hak angket terutama untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024. Pasalnya, masyarakat ingin tahu apakah pemerintah melakukan sesuatu yang menyimpang, meskipun ada indikasi kemungkinan menyimpang sudah terlihat.
Jika presiden pun dimintai keterangan dalam hak angket, lanjutnya, hal itu tidak terlepas dari tanggung-jawabnya sebagai kepala negara yang harus menjamin Pemilu 2024 berlangsung sesuai prinsip jujur dan adil.
Menggulingkan Presiden
Fachrul tidak menyalahkan pihak-pihak yang menggaungkan hak angket untuk menggulingkan presiden karena hal itu tidak terlepas dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri secara terang-terangan dan dikutip media massa.
“Presiden sendiri yang mengatakan presiden boleh berkampanye, tidak pernah membantah mendukung anaknya maju sebagai wakil presiden, dan masih banyak aspek lainnya. Itu semua bisa ditanyakan nanti di angket,” ungkap Fachrul.
Dia menyampaikan, jika presiden dan semua pejabat terkait merasa tidak melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan Pemilu, maka seharusnya tidak perlu takut dengan digulirkannya hak angket.
Presiden maupun pejabat terkait tidak perlu ragu sedikit pun untuk hadir dan memberikan keterangan karena rakyat menginginkan penjelasan.
“Saya kira beliau dan semua peenjabat lainnya enggak perlu ragu sedikit pun kalau mereka engak salah sampaikan aja malah akan membuat rakyat menjadi lebih paham, oh begitu berarti beliau enggak salah. Tapi kalau salah kan, rakyat juga bisa menilai oh ternyata banyak kesalahannya. Ini penting supaya tidak menimbulkan fitnah,” kata Fachrul.
Dia mengungkapkan, saat ini pemerintah, KPU, dan Bawaslu seolah merasa tidak ada masalah dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Mereka juga merasa seolah tidak melakukan kesalahan.
adanya banyak bukti yang diungkap di media sosial mengenai dugaan kecurangan, baik yang melanggar hukum maupun etika, maka pemeringtah, KPU, dan Bawalu justru harus berinisiatof membuktikan kepada rakyat bahwa dugaan tentang kecurangan tidak benar.
“Beliau-beliau itu kan merasa enggak salah. Kalau enggak salah buat apa takut dengan hak angket? Datang (ke hak angket), ini kesempatan untuk membela diri, membuktikan bahwa bersih gitu. Justr kalau enggak datang, mohon maaf sanksi sosialnya justru lebih berat, rakyat akan menilai wah benar ini beliau salah ini. Kalau enggak salah masa enggak berani datang,” tutur Fachrul.
Dia menambahkan, semua orang harus memandang hak angket menjadi salah satu upaya untuk mendorong semua laporan tentang pelanggaran dan kecurangan dapat diproses secara terbuka karena Bawaslu tak mampu menjalankan perannya.
Bahkan yang sudah melaporkan ke Bawaslu dan juga MK saat ada perselisihan hasil pemilu pun dapat membawa laporannya ke hak angket DPR sehingga penyelidikan dapatv dilakukan secara komprehensif.
“Silakan bagi yang tetap melapor ke Bawaslu, dan nanti kalau pengumuman hasil Pemilu disampaikan KPU akan lanjutkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Tapi sementara itu hangket tetap jalan mungkin bisa saling memberikan masukan-masukan juga pada proses yang berjalan nantinya,” ungkap Fachrul.
Dia menegaskan, salah satu hal yang tidak boleh diabaikan DPR adalah suara akademisi yahng ketika bersuara sudah pasti berangat dari kajian akademik.
Menurut Fachrul, apa yang disuarakan akademisi menunjukkan bahwa persoalan Pemilu 2024 yang melanggar etik dan sarat kecurangan bukan hanya menjadi konsen politisi dan pendukung pasangan calon saja, melainkan seluruh elemen bangsa.
“Saya rasa untuk Pemilu 2024 ini bukan hanya politisi atau pendukung paslon yang merasa dirugikan, tapi semua elemen masyarakat, kalangan akademisi, mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, semua berpikiran yang sama meskipun titik berangkatnya berbeda,” kata Fachrul. (Jeany Aipassa)
No Comments