Jakarta – Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan kembali memperkuat bauran kebijakan untuk mendukung upaya mitigasi risiko penyebaran Covid-19 dan menjaga pertumbuhan ekonomi.
Penurunan suku bunga acuan tersebut merupakan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 18-19 Maret 2020.
Selain menurunkan suku bunga acuan, RDG BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%.
“Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan perkiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran dan sebagai langkah pre-emptive untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam siaran pers hasil RDG Bank Indonesia, pada Kamis (19/3/2020).
Selain itu, sebagai kelanjutan dari sejumlah stimulus kebijakan yang telah diumumkan pada RDG tanggal 18-19 Februari 2020 dan tanggal 2 Maret 2020, BI kembali memperkuat bauran kebijakan yang diarahkan untuk mendukung upaya mitigasi risiko penyebaran Covid-19, menjaga stabilitas pasar uang dan sistem keuangan, serta mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Ada 7 (tujuh) langkah yang dilakukan BI yakni:
- Memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, baik secara spot, Domestic Non-deliverable Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder.
- Memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari untuk memperkuat pelonggaran likuiditas Rupiah perbankan, yang berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.
- Menambah frekuensi lelang FX swap tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan dari 3 (tiga) kali seminggu menjadi setiap hari, guna memastikan kecukupan likuiditas, yang berlaku efektif sejak 19 Maret 2020.
- Memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri.
- Mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening Rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia, berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.
- Memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam Rupiah sebesar 50bps yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain, berlaku efektif sejak 1 April 2020.
- Memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran Covid-19 melalui :
- ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan backup layanan kas alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi pembayaran secara nontunai.
- mendorong penggunaan pembayaran nontunai dengan menurunkan biaya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia yang semula Rp600 menjadi Rp1 dan dari nasabah ke perbankan semula maksimum Rp3.500 menjadi maksimum Rp2.900, berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Desember 2020;
- mendukung penyaluran dana nontunai program-program Pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BPNT, Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah.
Berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia tersebut, lanjut Perry, ditempuh dalam koordinasi yang sangat erat dengan Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memitigasi dampak Covid-19. Ini agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga, serta momentum pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan.
“Kami akan terus memperkuat koordinasi dengan memonitor secara cermat dinamika penyebaran Covid-19 dan dampaknya terhadap Indonesia dari waktu ke waktu. Selain itu juga, langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh baik oleh Pemerintah, Bank Indonesia, maupun OJK untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi,” tutup Perry.
No Comments