BRIEF.ID – Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, Pemerintah Republik Indonesia akan tetap memperjuangkan hak negara untuk hilirisasi meski Dana Moneter Internasional (IMF) meminta mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel.
“Itu bukan hanya rekomendasi IMF, tapi juga keputusan dari WTO (Organisasi Perdagangan Dunia). Tapi, kita akan terus banding. Karena yang kita ekspor bukan Tanah Air, tapi nilai tambah,” kata Airlangga di Jakarta, seperti dilansir Antara, Rabu (28/6/2023).
Airlangga mengatakan, sikap itu bukan hanya untuk memperjuangkan hak hilirisasi tetapi juga untuk membebaskan Indonesia dari bentuk kolonialisme baru. Permintaan IMF untuk memaksa Indonesia tetap mengekspor komoditas nikel merupakan salah satu bentuk regulasi imperialisme. Sebab, ia menilai tak seharusnya negara lain memaksakan kehendak kepada suatu negara dalam membuat kebijakan tertentu.
Menurut Airlangga, pemerintah akan tetap berusaha mempertahankan hak Indonesia memperoleh nilai tambah dari komoditas dan melakukan pembatasan ekspor nikel secara bertahap.
Dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia memberikan catatan terkait rencana hilirisasi nikel di Indoonesia. Dalam dokumen itu, IMF menyebut kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Selain itu, kebijakan juga perlu dibentuk dengan mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Atas dasar itu, IMF mengimbau Pemerintah Indonesia mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya.
Kebijakan Indonesia terkait nikel juga pernah mendapat penolakan dari Uni Eropa. Uni Eropa menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan berhasil memenangkan gugatan pada Oktober 2022. WTO menilai kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994.
“Indonesia akan terus mengajukan banding,” kata Airlangga.
No Comments