Tren Dedolarisasi, Akankah Dolar AS Menghilang?

April 2, 2023

BRIEF.ID- Pada awal pekan ini, China dan Brasil sepakat tidak lagi menggunakan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi perdagangan kedua, namun menetapkan untuk memakai mata uang masing-masing.

Keputusan meninggalkan dolar AS tersebut disampaikan Pemerintah Brasil pada Rabu (29/3), dengan harapan meminimalkan biaya. Kesepakatan ini tentunya memungkinkan China dan Brasil melakukan perdagangan besar-besaran dan transaksi keuangan secara langsung, menukar yuan dengan real Brasil dan sebaliknya.

Dari Timur Tengah, Arab Saudi kini mulai terang-terangan menunjukan kedekatan ke China dan Rusia. Awal pekan ini, Arab Saudi menyetujui keputusan untuk bergabung dengan blok keamanan yang dipimpin China, Organisasi Kerjasama Shanghai (SOC).

SOC merupakan aliansi politik, keamanan dan perdagangan. Bukan hanya China, aliansi ini juga beranggotakan Rusia, India, Pakistan dan empat negara Asia Tengah yakni Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan, dan Tajikistan. Mereka bertekad mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Terbaru, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mendorong bank sentral Asean memperkuat ketahanan keuangan, antara lain melalui penggunaan mata uang lokal untuk mendukung perdagangan dan investasi lintas batas di kawasan Asean. Hal tersebut disampaikan Perry saat pembukaan pertemuan pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (1st AFMGM) di Bali Nusa Dua Convention Center, Jumat (31/3).

Dengan meningkatkan transaksi mata uang lokal alias tinggalkan dollar AS, menurut Perry, Asean dapat mengurangi ketergantungan ekonomi dan mengurangi volatilitas guna memperkuat stabilitas eksternal.

Pengamat pasar modal yang juga founder Indonesia Superstock Community, Edhi Pranasidhi menilai kondisi terakhir yang diwarnai kenaikan inflasi dan krisis perbankan juga telah membuat situasi semakin buruk bagi penggunaan dolar AS.

Dia mengungkapkan di samping adanya berbagai kesepakatan antar negara-negara untuk melakukan perdagangan dan menyimpan cadangan dalam mata uang selain dolar AS, mata uang kripto juga ternyata menambah tekanan terhadap melemahnya penggunaan dolar AS. Mata uang kripto telah menjadi alternatif lain yang semakin populer.

 “Dunia telah mengalami 22 bulan berturut-turut dengan inflasi rata-rata inflasi di atas 5 persen yang memberi tekanan terhadap dolar AS. Selain itu, krisis perbankan juga membuat orang mempertanyakan sistem perbankan,” ujarnya.

Pertanyaannya kemudian, meskipun saat ini ada tren menuju dedolarisasi, akankah dolar AS masih menjadi mata uang yang sangat dominan dalam perdagangan dan keuangan global? “Dolar AS masih menjadi mata uang yang sangat dominan, dan masih menjadi cadangan mata uang utama di seluruh dunia,” ungkap Edhi.

Kita ketahui, dedolarisasi dapat dianggap sebagai tanda bahwa kekuasaan dolar AS sebagai mata uang dunia utama sedang terkikis. Ini karena negara-negara semakin mencari alternatif untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS.

Di tengah tren dedolarisasi yang mengemuka ditandai dengan negara-negara yang menjauh dari dolar AS, ternyata dalam 25 tahun terakhir, penggunaan dolar AS sebagai cadangan global telah turun. Penurunannya dari 72 persen menjadi 59 persen.

“Jadi, sementara dedolarisasi dapat memengaruhi kekuatan dolar AS dalam jangka panjang, itu tidak berarti bahwa dolar AS akan hilang atau kehilangan kepentingannya dalam waktu dekat,” tutur Edhi.

Tapi apakah dengan adanya kondisi di atas berarti dolar AS akan menghilang? “Jawabannya adalah tidak sama sekali. Kenapa tidak sama sekali? Karena sebagian besar utang dunia (pemerintahan dan korporasi) masih dalam denominasi dolar AS. Dunia masih perlu arus kas dolar AS untuk bayar utang sampai beberapa dekade ke depan.”

Edhi menegaskan terlalu dini untuk mengatakan bahwa dedolarisasi akan berlangsung dengan cepat.

Berbicara terkait utang, Edhi mengungkapkan pinjaman luar negeri Indonesia per Januari 2023 nilainya tercatat sebesar 404,9 miliar dolar AS. Dengan asumsi kurs rupiah hari ini Rp14.975 per dolar AS, maka total utang luar negeri Indonesia sebesar Rp6.063 triliun, atau sekitar 30 persen dari PDB tahun ini.

Bank Indonesia (BI) dalam pernyataan tertulisnya menegaskan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2023 tetap terkendali. BI menyatakan pertumbuhan ULN Indonesia pada Januari 2023 secara tahunan mengalami kontraksi 1,9 persen, melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 4,1 persen (yoy). Menurut BI, kontraksi pertumbuhan ini bersumber dari ULN pemerintah dan sektor swasta.

“Perkembangan posisi ULN pada Januari 2023 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah,” demikian BI dalam siaran pers yang dikeluarkan pertengahan Maret ini.

Pemerintah, lanjut BI, terus berkomitmen untuk mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam pemenuhan kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu.

No Comments

    Leave a Reply