Jakarta — Keberadaan pulau-pulau terdepan mempunyai peran yang sangat penting. Selain menyediakan ekosistem alam yang produktif dan menunjang sektor pangan, perikanan dan wisata, keberadaannya merupakan penanda kedaulatan negara di beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengingat kawasan pulau-pulau tersebut merupakan bagian dari 111 pulau kecil terdepan yang menjadi batas langsung dengan negara tetangga. Minimnya informasi ilmiah tentang potensi sumber daya alam di kawasan ini mendorong Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan ekspedisi Nusa Manggala. Temuan serta dokumentasi dari ekspedisi yang berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2018 lalu diperlihatkan dalam film dokumenter ‘Ekspedisi Nusa Manggara: Kisah 8 Pulau Terluar’.
Pulau – pulau terdepan yang menjadi tujuan ekspedisi ini adalah Yiew, Budd, Fani, Brass & Fanildo, Liki, Bepondi, dan Meossu serta satu gugusan kepulauan Ayau di kawasan Raja Ampat, Papua. “Ekspedisi Nusa Manggala merupakan salah satu bukti kehadiran negara di pulau-pulau terdepan melalui aktivitas riset yang dilakukan LIPI,” terang Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko. Dirinya menjelaskan, pulau-pulau ini dipilih karena merupakan kawasan perbatasan laut Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Kawasan Strategis Nasional.
Sementara itu, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Zainal Arifin menjelaskan, Ekspedisi Nusa Manggala adalah kegiatan penelitian untuk menggali data dan informasi sumber daya alam hayati dan non hayati di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terdepan (PPKT) Indonesia. “Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi pandangan, konsep pengelolaan dan best practices pengelolaan sumber daya pesisir di pulau-pulau kecil terdepan untuk memberikan rekomendasi pengelolaan pulau-pulau terdepan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta karakteristik sumber daya alamnya,” terang Zainal.
Selama kurang lebih 60 hari, sekitar 55 peneliti Indonesia dari bidang ekologi, daya dukung lingkungan, sosial kemanusiaan serta geomorfologi turut andil dalam ekspedisi yang menjelajah lebih dari 6000 km perjalanan. “Di Kepulauan Mapia tepatnya di pulau Brass-Fanildo terdapat salah satu atol yang terbesar di Indonesia dengan luasan area lebih dari 3000 hektar,” jelas Koordinator Ekspedisi Nusa Manggala, Dirhamsyah yang juga peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Dirhamsyah menjelaskan, atol tersebut menjadi habitat unik bagi beragam biota laut seperti karang hias Lobophyllia, Physogyra, dan Cynarina lacrimalis. “Bahkan semua jenis kerang kima yang ada di Indonesia yang berjumlah tujuh jenis dapat ditemukan di kepulauan ini ditambah catatan sebaran baru kehadiran jenis di Indonesia yaitu Tridacna noae,” ujar Dirhamsyah.
Dirhamsyah menerangkan, keluaran dari Ekspedisi Nusa Manggala adalah daftar isu strategis terkait pengelolaan sumber daya pesisir di pulau-pulau kecil terdepan yang tertuang dalam naskah kebijakan. “Selain itu juga output dari penelitian juga berupa film dan buku mengenai kegiatan tersebut kepada pembuat kebijakan dan masyarakat,” terangnya.
_____
Catatan Editor: Artikel ini sebelumnya ditulis dengan judul: “Kisah 8 Pulau Terluar Indonesia dalam Ekspedisi Nusa Manggala LIPI”.
No Comments