Di Markas PBB, Kepala BMKG Tegaskan, Sistem Peringatan Dini Bukan Sekadar Sirine

September 23, 2023

BRIEF.ID – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sekaligus  Permanent Representative Indonesia untuk Organisasi Meteorologi Dunia,  Dwikorita Karnawati menegaskan,  sistem peringatan dini harus ditanamkan dengan cara dan pengetahuan yang mudah dimengerti, serta  relevan atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Menurutnya, keberhasilan sebuah sistem peringatan dini bencana dapat terwujud, jika “kesenjangan” pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam bertindak meresponse cepat dan  tepat bagi peringatan  itu semakin kecil.

Hal itu disampaikan Dwikorita dalam Diskusi Panel “Early Warning, Early Action” bersama Sekretaris Jenderal World Meteorological Organization (WMO)  Prof Petteri Taalas, Kepala Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNDRR) – Mami Mizutori, dan Chief Sustainability Officer Google  Kate Brandt di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di  New York, Amerika Serikat, pada 20 September 2023.

“Indonesia memiliki banyak sekali ancaman bencana alam, dengan jumlah populasi yang mencapai 275 juta orang, kami (BMKG-red) berupaya membangun sistem peringatan dini yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan mempersempit kesenjangan dalam mendapatkan akses untuk keselamatan mereka,” kata Dwikorita melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (23/9/2023).

Dwikorita mengatakan, sistem peringatan dini bukan sebatas penyebaran informasi atau sirine dengan suara yang keras.

Di sisi lain, lanjutnya,  sebuah sistem peringatan dini yang efektif dan  andal harus didukung  pemahaman masyarakat  akan risiko bencana yang dihadapi serta cara penyelamatan diri secara mandiri, cepat dan tepat, dilengkapi dengan sistem deteksi dini berdasarkan  monitoring secara sistematis – berkelanjutan dan prediksi akurat terkait perkembangan fenomena  bahaya oleh lembaga yang berwenang.

Selain itu, sistem peringatan dini juga diperkuat dengan sistem  komunikasi dan diseminasi informasi peringatan yang juga dituntut secara cepat, tepat dan akurat, serta upaya berkelanjutan untuk menguatkan kapasitas masyarakat dalam merespon peringatan tersebut  secara cepat dan tepat.

“Pekerjaan rumah terbesar Indonesia dan banyak negara adalah memastikan masyarakat dan seluruh pihak paham dan mengerti bahaya apa yang mengancam mereka, dan selanjutnya mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan diri, jika sewaktu-waktu terjadi bencana,” imbuhnya.

Pelajaran Berkelanjutan

Dwikorita, mengungkapkan,  literasi, edukasi, dan advokasi kebencanaan harus diberikan terus menerus secara berkelanjutan kepada masyarakat dan seluruh pihak terkait, ternasuk pula Pimpinan Daerah, para Pemegang Kebijakan dan  Pihak Swasta.

Dari sisi komunikasi, lanjut dia, peringatan dini tersebut harus disebarluaskan secara merata dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang terancam bencana, dengan isi pesan dan instruksi yang jelas serta mudah dipahami untuk segera ditindaklanjuti dengan aksi yang cepat dan tepat.

“Tantangan terkait  komunikasi adalah putusnya jaringan komunikasi di daerah bencana, hal ini perlu perhatian khusus, yakni dengan menyediakan saluran komunikasi berbasis satelit. Dengan begitu alur komunikasi tetap berjalan dengan lancar meskipun terjadi kerusakan infrastruktur karena bencana,” tuturnya.

Perlibatan aktif masyarakat, kata dia, menjadi kunci utama membangun sistem peringatan dini yang handal dan resilien. Pengetahuan, teknologi dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat terkait bencana dan multi – bencana, tambah dia, dapat semakin memperkuat keberhasilan sistem peringatan dini yang dibangun pemerintah.

Diskusi Panel tersebut merupakan bagian dari Agenda Pertemuan Puncak Iklim  (Climate Summit) yang diselenggarakan secara pararel dengan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (UN General Assembly).

Hadir pada  Climate Summit,  Plt    Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sophaheluwakan yang juga mendukung misi BMKG  menyiapkan tindak lanjut dari Climate Summit  ke dalam Program Organisasi Meteorologi Dunia untuk Agenda Gender Conference, serta  Program World Water Council untuk Agenda 10th World Water Forum, yang akan diselenggarakan di Bali, Indonesia tahun 2024 mendatang. 

No Comments

    Leave a Reply