Jakarta, 9 Juli 2019 – Presiden RI Joko Widodo meminta untuk seluruh jajaran Kementerian Indonesia untuk mencermati data terbaru yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini disampaikan pada Sidang Kabinet Paripurna di Ruang Garuda, Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7).
Pada sidang tersebut Presiden menegur sejumlah menteri kabinetnya yaitu Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno untuk memperhatikan data BPS terkait ekspor dan impor Indonesia yang mengalami penurunan.
“Coba dicermati angka-angka ini. Kenapa impor begitu sangat tinggi. Kalau didetailkan lagi migas (minyak dan gas) ini naiknya gede sekali. Hati-hati di migas. Pak Menteri ESDM yang berkaitan dengan ini, Bu Menteri BUMN yang berkaitan dengan ini. Karena remnya paling banyak ada di situ,” ujar Presiden.
Ekspor Indonesia selama Januari-Mei 2019 secara _year on year_ turun 8,6 persen. Sementara untuk impor, selama periode Januari-Mei 2019 juga turun 9,2 persen secara _year on year_. Hal ini berarti neraca perdagangan Indonesia sampai Mei 2019 mengalami defisit sebesar USD2,14 miliar.
Presiden menjelaskan bahwa nilai ekspor memiliki peluang yang dapat dimanfaatkan. Salah satu contoh yang membuat peluang besar untuk tingkatkan nilai ekspor adalah perang dagang antara Amerika dan Tiongkok.
“Kesempatan ekspor kita untuk masuk ke Amerika ini besar sekali dengan pengenaan tarif terhadap barang-barang atau produk dari Tiongkok. Ini kesempatan kita untuk menaikkan kapasitas dari pabrik-pabrik atau industri-industri yang ada,” lanjutnya.
Sedangkan itu, Presiden juga membahas soal investasi terutama yang berkaitan dengan kemudahan berusaha. Salah satu caranya dengan mempermudah perizinan, sehingga dimintanya agar kementerian terkait dapat mempermudah pemberian izin.
Presiden mencontohkan bawa pemberian izin untuk kemudahan usaha masih terbilang lama, seperti di Kementerian Kehutanan misalnya dalam mengurus lahan yang harus menempuh waktu yang lama. Sedangkan, di bidang pariwisata, Kepala Negara mencontohkan kondisi di Manado, Sulawesi Utara, yang baru saja ia kunjungi pekan lalu. Menurutnya, banyak pihak yang ingin membangun hotel di Manado tetapi terkendala masalah perizinan yang tidak segera terselesaikan.
“Hal seperti ini kalau bicara detail kita ini terbelit oleh rutinitas dan tidak berani melihat _problem_ dan tantangan-tantangan yang riil kita hadapi. Sampai kapanpun kita tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Saya kira kerja yang terintegrasi, kerja tim antarkementerian, yang harus didahulukan,” tandasnya.
No Comments