BRIEF.ID – Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) meluncurkan aplikasi Kalkulator Hijau untuk mendukung upaya penghitungan dan pelaporan emisi Gas Rumah Kaca perbankan dan pelaku usaha.
Pembuatan aplikaso tersebut, juga melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai national focal point dari NDC (Nationally Determined Contribution) atau target pengurangan emisi GRK (Gas Rumah Kaca), Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral), sejumlah ahli dalam tim panel.
“Selamat kepada seluruh pihak atas peluncuran pedoman dan aplikasi Kalkulator Hijau yang telah disusun atas inisiatif Bank Indonesia bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti, di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Nani menjelaskan, melalui koordinasi yang dilakukan Kemenko Marves, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan strategi pembiayaan campuran (blended finance) dalam bentuk organisasi internasional baru yang dikenal dengan Global Blended Finance Alliance (GBFA) G20 Bali.
Hasil dari Article of Agremeent (AoA) terkait GBFA G20 yang telah disepakati di New York, AS, diharapkan dapat diresmikan sebelum penyelenggaraan COP29 (Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB) di Baku, Azerbaijan.
“Ini merupakan bentuk dukungan pembiayaan transisi guna memitigasi risiko sistemik dari perubahan iklim yang semakin nyata, dan mendorong Kemenko Marves dan BI membangun aplikasi kalkulator hijau,” ujar Nani.
Dia mengungkapkan, berdasarkan penerapan strategi kebijakan dan program keuangan berkelanjutan yang menjadi mandat BI dan Kemenkeu, bank harus meningkatkan porsi pembiayaan rendah emisi dan menurunkan tingkat emisi dari kredit yang diberikan bank.
Laporan keberlanjutan yang berisi informasi tentang emisi karbon debitur disebut dapat menjadi pertimbangan dalam pemberian pembiayaan di masa mendatang.
Nani menuturkan, ada beberapa kegunaan dari aplikasi Kalkulator Hijau, yaitu:
- Menjadi media perhitungan dan pemantauan emisi karbon untuk sektor industri dalam upaya menuju perbankan hijau
- Mendorong partisipasi dari industri perbankan guna berkontribusi mencapai target penurunan emisi GRK sesuai komitmen nasional
- Meningkatkan kualitas penyusunan laporan tahunan perusahaan yang selaras dengan International Financial Reporting Standard (IFRS) terkait Sustainability Reporting Standard.
Adapun metodologi yang digunakan untuk menghitung dari Kalkulator Hijau sudah dikonsultasikan dan disetujui oleh KLHK. Kalkulator Hijau versi pertama ini bisa dikembangkan (update) ke versi berikutnya seiring perubahan teknologi dan zaman.
Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menegaskan bahwa aplikasi Kalkulator Hijau memiliki standar pengukuran emisi karbon guna menghitung jejak karbon.
Tujuan dari pembentukan aplikasi tersebut yaitu memantau tingkat kehijauan dari sebuah aktivitas ekonomi dan tingkat keberhasilan menuju ekonomi hijau.
“Kalkulator Hijau diharapkan memberikan kemudahan bagi perbankan dan dunia usaha dalam pemenuhan kebutuhan pelaporan (disclosure) yang sudah mulai dipersyaratkan oleh regulator dan pasar keuangan global,” kata Juda.
Dengan adanya disclosure, maka Kalkulator Hijau dinilai dapat membuka akses lebih luas kepada investasi dan pendanaan hijau dari perbankan maupun dari pasar keuangan global.
“Kami berharap kalkulator hijau tidak hanya berfungsi sebagai pengukur, tetapi juga sebagai katalis untuk mendorong pengurangan emisi karbon di Indonesia. Ini adalah living tools, versi awal dari Kalkulator Hijau yang mengukur scope 1 (emisi yang muncul langsung dari perusahaan sekaligus entitas yang berada di bawah perusahaan tersebut) dan scope 2 (emisi dari pembangkit energi yang dibeli penyedia utilitas secara tidak langsung),” ungkap Juda Agung.
Dia menambahkan, ruang lingkup Kalkulator hijau akan terus diperluas mencakup seluruh aktivitas penghasil emisi secara indirect. Semua aktivitas tentu saja menghasilkan sebuah emisi yang perhitungannya lebih kompleks.
Untuk tahap pertama, scope 1 dan scope 2, scope 3-nya (emisi dari operasi bisnis oleh sumber-sumber yang tidak secara langsung dimiliki atau dikendalikan oleh suatu organisasi, seperti rantai pasokan, transportasi, penggunaan produk, atau pembuangan) akan segera akan dikembangkan.
No Comments