Volatilitas IHSG Diprediksi Berlanjut Tahun 2023, Investor Diimbau Bijak Menyikapi

December 12, 2022

BRIEF.ID – Volatilitas indeks harga saham gabungan (IHSG) di pasar modal yang berlangsung sepanjang 2022 diperkirakan  akan berlanjut  pada tahun 2023. Pelaku pasar, khususnya investor  diminta  bijak menyikapi volatilitas yang kemungkinan masih terjadi itu.

Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menyebutkan bahwa volatilitas merupakan hal yang selalu ada dan sangat mempengaruhi pasar.

“Kita tidak bisa melawannya. Apapun yang terjadi, yang perlu dicermati adalah bagaimana kita beradaptasi terhadap market dan sentimen yang ada di pasar saat ini,” kata Fikri saat menjadi pembicara dalam diskusi Investment Talk bertema “Risk on – Risk off: Adaptive Momentum Investing” yang digelar D’ Origin Advisory bekerja sama dengan IGICO Advisory, Minggu (11/12/2022).

Pembicara lainnya  adalah Head of Equity Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni, dan Co-Founder Jelita Trading Bareng Mono S. Patriabudi.

Fikri mengungkapkan, volatilitas utama yang menjadi perhatian pelaku pasar saat ini adalah interest rate. Sebagaimana diketahui, Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin dalam empat kali pertemuan terakhir. Ada kemungkinan The Fed kembali mengerek suku bunga sebesar 50 bps, pada Desember ini.

Langkah  itu dilakukan The Fed untuk mengurangi risiko inflasi yang dampak jangka panjangnya dapat menyebabkan pengurangan jumlah orang yang bekerja, yang pada akhirnya akan berdampak signifikan secara makro.

“ Makanya The Fed menjaga ekspektasi market dengan menaikkan suku bunga,” katanya.

Selain itu, saat ini juga ada volatility spill over yang disebabkan  perbedaan harga minyak. Namun, hal positifnya adalah tren harga minyak  yang berada di level  lebih rendah dan musim dingin yang tidak sedingin perkiraan.

Peningkatan risiko resesi global juga menjadi faktor yang perlu dicermati pelaku pasar, kendati tidak perlu dicemaskan secara berlebihan. Terlebih, sejumlah lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi  (Organization for Economic Co-operation and Development/OECD), dan Bank Dunia memprediksi  pertumbuhan ekonomi global masih berada dalam jalur positif,  meskipun ada beberapa negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

Sementara itu untuk Indonesia, ia memperkirakan perekonomian pada 2023 tetap tumbuh di level  antara 3,8% – 5,1%. Hal itu dikarenakan belum ada risiko penurunan dari beberapa lapangan usaha yang menjadi kunci utama di saat ada indikasi kemungkinan resesi, yakni jasa keuangan, infrastruktur, konstruksi/perumahan.

Namun,  ia mengingatkan bahwa selain risiko ekonomi seperti inflasi, suku bunga yang naik, pasar tenaga kerja dan lainnya, ada risiko non-ekonomi yang dinilai dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi RI.

Pertama, pelonggaran kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok – yang merupakan negara kedua  terbesar di dunia untuk sektor manufaktur.

Kedua, pelaksanaan Pilpres 2024, termasuk dinamika politik yang menyertainya.

Ketiga, tensi politik yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina.

Keempat, potensi perang dagang baru antara Uni Eropa dan AS.

No Comments

    Leave a Reply