BRIEF.ID – Head of Equity Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni menyatakan, tahun 2023 tingkat uncertainty pasar masih tinggi.
Selain faktor tekanan ekonomi di sejumlah negara maju, ada faktor penerapan zero covid policy di Tiongkok dan krisis energi yang mengerek inflasi di banyak negara, yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab penaikan suku bunga global.
“Berbagai risiko uncertainty masih mempengaruhi kondisi pasar pada 2023. Equity market cenderung lebih perform. Tetapi, yang perlu diwaspadai adalah pada saat nanti ketika central bank policy-nya mulai back to easing, mulai menurunkan suku bunga, tetapi keadaan ekonomi dan datanya malah cenderung lanjut memburuk. Itu yang menjadi concern kita di tahun depan,” kata Agung saat menjadi pembicara dalam diskusi Investment Talk bertema “Risk on – Risk off: Adaptive Momentum Investing” yang digelar D’ Origin Advisory bekerja sama dengan IGICO Advisory, Minggu (11/12/2022).
Pembicara lainnya dalam diskusi itu, Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana dan Co-Founder Jelita Trading Bareng Mono S. Patriabudi.
Agung mengatakan, berdasarkan data-data atau indikator perekonomian negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, dan Eurozone (zona Eropa) yang cenderung akan melambat dalam jangka pendek ini, kebijakan bank sentral dunia, seperti The Fed akan cenderung tidak terlalu agresif ke depannya.
Hal ini diyakini akan berpotensi memberikan sentimen positif bagi pasar saham baik di dunia maupun di Indonesia. “Namun kembali lagi, untuk pasar saham dapat menguat jauh lebih tinggi lagi harus adanya rotasi sektor.”
Selanjutnya, menurut Agung, setelah cheap money dan very high inflation regime telah berlalu, pihaknya merekomendasikan investor untuk menempatkan investasinya pada equity dan bond dengan komposisi 50:50.
“ Di gloomy outlook ini kita harus tetap pintar melihat peluang juga, baik di equity maupun di bond dan expect Dollar relatif strong di tahun depan,” kata dia.
No Comments