Jakarta – Presiden Joko Widodo mengajak para pelaku industri tambang untuk melakukan hilirisasi produk pertambangannya. Hal tersebut berdasarkan perbincangannya dengan sejumlah pimpinan organisasi internasional, dunia kini sudah menuju kepada era energi yang ramah lingkungan.
“Dunia sudah menuju kepada energi yang ramah lingkungan. Semuanya harus mulai siap-siap dan hati-hati,” katanya.
Selain itu, dengan hilirisasi industri tambang, diharapkan akan membantu pemerintah mengatasi defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan yang sudah berlangsung lama. Meskipun ekspor dari industri pertambangan sendiri, menurut Kepala Negara, memberikan kontribusi yang besar kepada neraca perdagangan Indonesia.
“Oleh sebab itu saya mengajak kita semuanya untuk memulai, memproses, barang-barang tambang kita ini menjadi barang setengah jadi atau barang jadi sehingga negara kita memiliki nilai tambah dan memiliki multiplier effect yang besar ke mana-mana termasuk tentu saja dalam penciptaan lapangan kerja yang itu dibutuhkan oleh masyarakat,” jelasnya.
Berdasarkan hitung-hitungan Presiden, jika semua pelaku industri tambang menuju pada hilirisasi dengan mengekspor barang setengah jadi maupun bahan jadi, Presiden meyakini masalah dua defisit tadi bisa diselesaikan dalam kurun waktu tiga tahun.
“Itu hanya satu, kita baru berbicara satu komoditas yang namanya nikel. Belum berbicara masalah timah, batu bara, _copper._ Banyak sekali yang bisa kita lakukan dari sana karena dari situlah akan muncul nilai tambah,” lanjutnya.
Sampai tahun 2017, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah mengamanatkan soal hilirisasi industri. Meskipun kini ada relaksasi menjadi tahun 2022, Presiden kembali mengajak pelaku industri tambang untuk bersiap diri.
“Kalau memang perlu bergabung, bergabunglah. Kalau ada masalah yang berkaitan dengan pendanaan untuk menyelesaikan ya marilah kita bicara,” ujarnya.
Bukan hanya nikel, produk tambang lain juga berpotensi untuk menghasilkan produk turunan yang banyak dan bernilai tambah jika dilakukan hilirisasi. Misalnya tembaga yang turunannya bisa sampai 15 kali lipat nilainya atau asam sulfat sebagai turunan nikel yang dapat dipakai sebagai campuran untuk membuat baterai lithium.
“Sehingga desain strategi besar bisnis negara dalam jangka ke depan yang kita ingin membangun mobil listrik di negara kita ini betul-betul bisa kita capai karena kuncinya ada di baterai,” paparnya.
Menurut Kepala Negara, Indonesia memiliki 70 persen bahan-bahan untuk membuat baterai _lithium_. Sehingga menurutnya, akan sangat keliru jika barang-barang tersebut diekspor dalam bentuk mentah.
“Sehingga akhirnya transformasi besar ekonomi di Indonesia ini betul-betul bisa berubah, dimulai dari dunia pertambangan. Ada betul-betul transformasi besar ekonomi yang ada di negara kita,” tandasnya.
Untuk diketahui, acara ini diselenggarakan oleh Asosiasi Pertambangan Indonesia, asosiasi perusahaan tambang tertua di Indonesia yang terbentuk sejak 1975. Asosiasi ini beranggotakan perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK), pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah berkontribusi sebesar 60% dari PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertambangan.
Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi menerima penghargaan tertinggi bidang pertambangan yang diserahkan langsung oleh Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Indonesia Ido Hutabarat. Penghargaan tersebut diberikan atas kepedulian dan keberpihakan Presiden Jokowi terhadap dunia industri tambang.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut antara lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Indonesia Ido Hutabarat.
No Comments