BRIEF.ID – Pemimpin Eropa menentang keputusan Komisi Eropa untuk memberlakukan tarif mobil listrik atau electronic vehicle (EV) di pasar Uni Eropa (UE).
Komisi Eropa telah menolak proposal dari produsen mobil Tiongkok terkait pemberlakuan tarif EV, sehingga dikhawatirkan memicu perang dagang Eropa-Tiongkok di pasar mobil listrik.
Sejumlah pemimpin negara-negara eropa menentang keputusan tersebut, dan mendesak Komisi Eropa mengupayakan kompromi dengan Tiongkok untuk menghindari perang dagang.
Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez, dalam kunjungannya ke Tiongkok baru-baru ini, mendesak UE untuk mempertimbangkan kembali keputusan tarif EV dan mencari kompromi dengan Tiongkok.
Pernyataan senada juga disampaikan Kanselir Jerman, Olaf Scholz, yang juga mengkritik usulan tarif tersebut, karena dikhawatirkan akan mendatangkan kerugian bagi Jerman dan UE.
PM Swedia, Ulf Kristersson, juga memperingatkan agar Komisi Eropa tidak memberlakukan tarif baru terhadap mobil listrik Tiongkok, karena dapat memperluas perang dagag bahkan berimbas pada negara industri seperti Swedia dan Jerman.
Selain itu, PM Hongaria, Viktor Orban, menyebut pemberlakuan tarif EV tersebut sebagai sanksi “brutal” terhadap produsen mobil listrik China, dan menyerukan persaingan terbuka.
Sementara PM Norwegia, Jonas Gahr Store, secara terang-terangan menentang tarif hukuman terhadap EV Tiongkok. Dalam sebuah wawancara baru-baru ini dengan media Tiongkok, dia menekankan bahwa negaranya tidak terikat kebijakan UE.
“Konsumen di Norwegia perlu memiliki akses yang terbuka terhadap mobil-mobil yang ingin mereka beli,” ujar Jonas Gahr Store.
Menteri Transportasi Jerman, Volker Wissing, mengatakan tarif hukuman Komisi Eropa telah berdampak negatif pada perusahaan-perusahaan Jerman dan produk-produk EV unggulan mereka.
“Harga mobil akan menjadi lebih murah dengan adanya kompetisi, dan pasar terbuka, bukan melalui perang dagang dan isolasi pasar,” kata Volker Wissing, dalam sebuah pesan yang diunggah di platform media sosial X.
Pakar otomotif Jerman, Ferdinand Dudenhoeffer, yang menjabat sebagai direktur Pusat Penelitian Otomotif (Center for Automotive Research/CAR) di Bochum, memperingatkan langkah proteksionisme dan penerapan tarif merupakan strategi yang salah arah.
Menurut dia, pendekatan proteksionis seperti itu dapat mendorong produsen mobil EU untuk meningkatkan investasi di Tiongkok, pasar mobil terbesar di dunia sekaligus pemimpin dalam industri EV yang sedang berkembang pesat.
“Berbagai kritik tersebut menunjukkan tak ada kesatuan suara di UE terkait tarif EV China. Banyak pemimpin negara eropa yang menilai bahwa keputusan ini merupakan langkah menuju perang dagang antara Eropa dan China, yang pada akhirnya hanya akan merugikan ekonomi Eropa,” kata analis politik Kroasia, Mladen Plese.
No Comments