Jakarta, 22 Januari 2021 – Pembiayaan yang lebih kompetitif dan terjangkau diprediksi akan tercipta pasca PT Bank Syariah Indonesia Tbk., resmi beroperasi. Peluang ini muncul karena Bank Syariah Indonesia nantinya memiliki modal dan aset yang besar.
Kepemilikan modal dan aset besar membuat Bank Syariah Indonesia bisa meraih kepercayaan nasabah lebih tinggi, dan menekan biaya yang diperlukan untuk menyalurkan pembiayaan. Bank Syariah Indonesia digadang memiliki total aset hingga Rp240 triliun dengan modal inti lebih dari Rp20,4 triliun.
“Dengan menjadi bank yang besar, bank hasil merger dapat meraih tingkat kepercayaan nasabah lebih tinggi serta mampu menawarkan pricing pembiayaan yang lebih kompetitif. Aksi korporasi ini tentunya dapat memperbesar struktur permodalan bank syariah, sehingga dapat mendorong pertumbuhan positif di sektor perbankan syariah, ujar Pengamat Ekonomi Syariah dari IPB Jaenal Effendi.
Selain memengaruhi harga pembiayaan, kehadiran Bank Syariah Indonesia juga bisa berdampak pada pengembangan sektor keuangan syariah lain. Jaenal menegaskan, sektor yang akan terdorong perkembangannya antara lain adalah asuransi dan pasar modal syariah.
Dorongan akan dirasakan karena sektor asuransi dan pasar modal syariah selama ini bertumpu pada industri perbankan syariah. Apabila industri perbankan syariah berkembang, maka investasi di pasar modal syariah dan pemanfaatan asuransi syariah dipastikan akan terdongkrak.
Jaenal juga menyebut, faktor lain yang menjadi katalis pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia adalah regulasi dan perhatian pemerintah terhadap sektor ini. Menurutnya, isi Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, UU 40/2014 tentang Perasuransian, dan UU 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal sangat membantu perkembangan ekonomi syariah beberapa tahun terakhir.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana mengungkapkan penguatan perizinan, pengaturan, dan pengawasan adalah hal penting yang harus dilakukan guna mengembangkan industri keuangan, khususnya perbankan, syariah. Heru juga menyebut kehadiran bank syariah hasil merger bisa berdampak pada semakin menguatnya pelaku perbankan syariah lain di Indonesia.
“Penguatan perizinan, pengaturan dan pengawasan menjadi sangat penting untuk pengembangan industri perbankan syariah, ujar Heru, Selasa (19/1). Kalau ini terjadi merger bank syariah Himbara, tentu ini akan menarik pemain syariah lain untuk lebih kuat. OJK terus memikirkan untuk memberi peluang agar bank syariah lain menjadi pesaing, kompetitor yang bagus dan berkembang menjadi besar. Kami harap seluruh bank syariah di Indonesia berkembang baik, tambahnya.
Sebelumnya, potensi munculnya dampak turunan dari keberadaan Bank Syariah Indonesia telah diungkap Direktur Utama Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono. Karena potensi dampak turunan yang besar, Yusuf berharap pemerintah serius terus mendukung keberadaan Bank Syariah Indonesia sehingga nantinya dapat masuk dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) IV, atau kelompok bank-bank bermodal inti terbesar.
“Misal, tanpa tambahan injeksi modal, modal BSI ada di kisaran Rp20 triliun. Itu artinya belum bisa menjadi Bank BUKU IV. Tentu dampak BSI akan lebih optimal jika modal-nya ditambah agar bisa naik kelas jadi Bank BUKU IV, ujar Yusuf.
Berdasarkan data tiga bank yang melakukan merger, PT Bank BRIsyariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah, hingga September 2020 portofolio pembiayaan ketiga entitas ini mencapai Rp151,8 triliun dan penghimpunan dana Rp199,57 triliun. Seluruh nilai pembiayaan dan pengelolaan dana ini akan berada di bawah naungan Bank Syariah Indonesia setelah resmi beroperasi nanti.
No Comments