Jakarta – Perekonomian Indonesia akan menghadapi berbagai tantangan pada semester II/2022, kendati demikian kinerja perusahaan pembiayaan diproyeksikan masih berada pada tren positif dan menjanjikan karena dinilai mampu menekan risiko dari tantangan tersebut.
Tantangan-tantangan itu adalah kondisi ketidakpastian ekonomi global yang terdorong konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina atau China-Taiwan, sehingga bisa mengarah pada krisis energi dan pangan. Selain itu perihal kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat yaitu The Fed yang akan berimbas secara global. Di dalam negeri sendiri, kenaikan harga bahan bakar minyak akan mempengaruhi daya beli.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keungan Non Bank (IKNB) 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W. Budiawan mengatakan, potensi pasar industri pembiayaan Indonesia yang positif kendati menghadapi tantangan ekonomi terlihat dari perusahaan multifinance yang diminati investor asing.
Selain itu, kata Bambang, prospek kinerja yang cerah dari perusahaan pembiayaan di tengah tantangan ekonomi terlihat dari menurunnya perusahaan bermasalah. Saat ini hanya 15 perusahaan pembiayaan yang bermasalah dari 155 perusahaan setelah beberapa di antaranya mendapat sanksi atau memulihkan diri.
“Kalau mau tahu, terakhir itu ada beberapa multifinance yang diambil (investor) asing, itu sebenarnya indikator, bahwa perusahaan-perusahaan industri pembiayaan ini banyak yang diajak kerja sama,” ujarnya belum lama ini dalam sebuah seminar daring.
Industri pembiayaan dalam negeri pun tercatat tahan banting dalam menghadapi krisis, seperti akibat pandemi Covid-19 sejak awal 2020 lalu. Pihaknya mencatat pada semester I/2022 piutang pembiayaan industry multifinance tumbuh 7,12% secara tahunan. Pun demikian dengan total asset yang naik 4,5% secara tahunan.
Dari laba pertumbuhannya terbilang tajam hingga 33,72% secara tahunan. Finance to Asset Ratio (FAR) pun tergolong tinggi yakni mencapai 85,10%. Sedangkan NPF gross sekitar 2,72%. Adapun ROA sekitar 5,19% dan ROE 13,02%.
“Indikator angka-angka ini menunjukkan bahwa minat dari pada investor asing kepada perusahaan multifinance cukup tinggi. Bahwa bisnis ini masih datangin cuan yang cukup banyak, sehingga ke depan menjadi kelengkapan ekosistem yang dibangun. Dan angka ini menunjukkan optimisme meskipun ada faktor-faktor eksternal,” katanya.
Optimisme tersebut diamini pula oleh Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno. Kendati menghadapi tantangan ekonomi menurutnya semua lini usaha khususnya di sektor riil masih bergerak. Di sisi lain, kata dia, perusahaan pembiayaan harus waspada ketika suku bunga naik dan manakala semua harga-harga bahan baku pangan terkatrol akibat pengurangan subsidi BBM.
“Ini (tantangan ekonomi) bisa mempengaruhi pertumbuhan pembiayaan pada 2023 mendatang. Tapi pada 2022 mestinya kita cukup baik, pertumbuhannya mungkin bisa sekitar 6% – 8%,” ujar Suwandi.
Pada kesempatan yang sama Wakil Ketua Komisi XI-DPR RI Fathan Subchi mengatakan industri keuangan Indonesia masih sangat cerah dan prospektif. Berbicara tentang multifinance menurutnya masih optimistis karena beberapa investor masih mencoba masuk menanamkan modalnya di lembaga pembiayaan di Indonesia. “Jadi memang saya kira, saya sepakat kita masih optimistis,” ujarnya lugas.
Di sisi lain, dia menyarankan ada beberapa strategi yang bisa ditempuh agar industri pembiayaan semakin kuat. Pertama, memperkuat digitalisasi pelayanan debitur. Kedua, penerbitan obligasi untuk penguatan permodalan. Ketiga, ada prioritas pembiayaan yang berbasis digital.
Optimisme Pelaku Usaha
Sementara itu, Corporate Secretary PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) Taufiq Kurniadihardja mengatakan pihaknya optimistis pemerintah mampu menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan politik untuk meminimalisasi trickle down effect yang ditimbulkan oleh tantangan ekonomi yang dihadapi.
“Dengan demikian momentum pertumbuhan pembiayaan di tengah pemulihan ekonomi bisa terus terjaga guna mendukung pembiayaan yang berkelanjutan atau sustainable finance,” ujarnya menekankan.
Di sisi lain Taufiq pun berharap penguatan kepastian hukum bagi dunia usaha juga sangat diperlukan agar tumbuh kepercayaan para pelaku usaha bahwa bisnis dan kepentingan bisnis semakin terlindungi.
Selain itu BRI Finance pun berharap pemerintah memperkuat sektor-sektor potensial untuk menjaga pertumbuhan industri pembiayaan. Seperti upaya kongkret percepatan pembentukan ekosistem kendaran listrik di Indonesia. “Ini agar bisa menaikkan minat masyarakat untuk membeli kendaraan listrik, dan meningkatkan produk pembiayaan kendaraan berbasis listrik,” pungkasnya.
No Comments