BRIEF.ID – Lembaga Keuangan Global, JP Morgan, menilai pasar ekuitas negara-negara berkembang (emerging market) lebih menarik dibandingkan negara-negara maju, pada Semester II 2025.
Hal itu, merupakan hasil riset JP Morgan, yang tertuang dalam Global Market Strategy terbaru, yang dirilis pada 19 Mei 2025.
JP Morgan menyebut pasar ekuitas emerging market mengalami pertumbuhan yang sangat lemah dibandingkan negara maju dalam 4 tahun terakhir.
“Secara kumulatif, kinerja pasar ekuitas emerging market tertinggal sebesar 40% dari negara-negara maju sejak tahun 2021,” demikian kutipan JP Morgan dalam Global Market Strategy.
Di tahun ini, seiring gejolak ekonomi,yang antara lain dipengaruhi kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pasar equitas emerging market justru menunjukkan pertumbuhan.
Itu sebabnya, HP Morgan menaikan kinerja pasar ekuitas emerging market dibandingkan negara maju, dari posisi underweight ke netral pada kuartal I 2025.
“Dan sekarang, kami menaikkannya lebih tinggi ke level overweight, karena mempertimbangkan sejumlah faktor pendukung yang membuat pasar ekuitas emerging market lebih menarik di paruh kedua tahun ini,” bunyi pernyataan JP Morgan.
Disebutkan, ada 5 faktor pendukung utama yang membuat pasar eekuitas emerging market lebih menarik dibandingkan negara-negara maju di semester II 2025.
Pertama, de-eskalasi pada kesepakatan perdagangan sementara AS-Tiongkok telah mengurangi satu hambatan signifikan bagi pasar ekuitas.
Meskipun masih harus dicermati kesepakatan lebiih antara AS-Tiongkok lanjut dalam jangka waktu 90 hari, JP Morgan menilai dampak buruk akibat kebijakan tarif sudah berlalu dan berkurang tekanannya terhadap pasar ekuitas.
Kedua, potensi pelemahan dolar AS pada semester II 2025, akan mendorong peningkatan pasar ekuitas emerging market. Para ahli strategi valuta asing (Valas) JP Morgan menilai stabilitas dolar mulai melemah sejak pertengahan April 2025, dan akan berlanjut di paruh kedua tahun ini.
Kebijakan AS untuk mengurangi risiko resesi bahkan dapat memicu valas emerging market mengungguli dolar AS dan membantu rantai perdagangan negara-negara berkembang.
Ketiga, imbal hasil obligasi pemerintah AS atau US Treasury dapat berakhir lebih rendah, dan Fed lebih dovish. Meski dalam beberapa minggu terakhir imbal hasil US Treasury bergerak naik, potensi inflasi dalam beberapa bulan ke depan, dan pemotongan pajak akan menghambat.
Hal itu, juga diyakini akan membuat Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Feed) menurunkan suku bunga, yang diperkirakan sekitar 50 basis poin (bps) pada sisa tahun ini.
Selain itu, bank sentral negara-negara berkembang diyakini akan melonggarkan kebijakan moneter, sehingga akan membuat valas terutama di kawasan Asia berkinerja baik.
Keempat, saham teknologi Tiongkok menarik dibandingkan AS. Pelemahan saham-saham teknologi Tiongkok beberapa bulan terakhir menjadi peluang bagi investor, yang ingin terus melakukan diversifikasi dari saham-saham Teknologi AS yang ramai.
Di semester II 2025, saham Teknologi Tiongkok diyakini akan diperdagangkan pada valuasi yang sangat menarik, dibandingkan saham teknologi AS, seiring pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu yang telah dinaikkan oleh sejumlah ekonom.
Salah satunya adalah Morgan Stanley Capital Index (MSCI) Tiongkok sepanjang tahun ini telah naik 16%. Angka tersebut diperkirakan meningkat seiring ekonomi Tiongkok yang kembali bangkit.
Kelima, valuasi saham emerging market menarik dan ringan, karena sudah mengalami penurunan besar akibat gejolak pasar ekuitas sepanjang Januari-April 2025.
Apalagi saham-saham emerging market masih kurang dimiliki dalam portofolio global. Pakar strategi emergng market JP Morgan menilai negara-negara berkembang yang valuasi sahamnya menarik, antara lain India, Brasil, Filipina, Chili, UEA, Yunani, dan Polandia.
“Kami yakin bahwa ketidakpastian perdagangan terburuk telah berlalu dan kami menaikkan peringkat emerging market menjadi overweight karena ketidakpastian perdagangan yang memuncak, dolar dan suku bunga yang jatuh, kinerja yang buruk dalam 4 tahun terakhir, dan valuasi yang lebih murah,” demikian kutipan Global Market Strategy JP Morgan. (jea)