BRIEF.ID – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, ada banyak upaya menghadang digulirkan hak angket kecurangan Pemilu 2024 di DPR RI. Ia berharap ada backup dari civil society untuk menggolkan hak angket di DPR.
Disebutkan, dukungan civil society sangat diperlukan karena selain intimidasi terhadap partai politik, saat ini ada dorongan agar pemilu dianggap sudah selesai dan semua pihak diharapkan legowo menerima hasilnya.
Padahal Pemilu 2024 yang disebut sarat kecurangan, yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) itu sangat serius implikasinya bagi penyalahgunaan kekuasaan, keberlangsungan demokrasi melalui proses pemilu, dan pilkada, juga kebebasan berpendapat.
“Ya angket ini kan memang hak konstitusional dari DPR, tapi kami ingin tegaskan, hak angket ini bukan hak DPR semata. Ini juga hak rakyat untuk menjaga kedaulatannya, agar rakyat jangan direpresentasikan dengan sembako, agar rakyat jangan direpresentasikan dengan tidak memiliki suatu sikap sehingga intimidasi dibiarkan, agar rakyat kemudian mampu menyampaikan seluruh kehendaknya. Kalau ini tidak kita lakukan, maka inilah yang menjadi ancaman untuk kita, bangsa kita ke depan,” kata Hasto dalam dialog “Uncensored” di YouTube Channel Akbar Faisal, Selasa (19/3/2024).
Dia menjelaskan, secara prosedural hak angket mudah dilakukan karena hanya perlu diusung 2 fraksi dan minimal 25 anggota legislatif. PDI Perjuangan memiliki 129 anggota di DPR, sehingga cukup menambah satu fraksi untuk mengusung hak angket kecurangan Pemilu 2024.
Meski demikian, lanjut Hasto, yang perlu dibangun adalah kesadaran bersama, bagaimana civil society membangun kesadaran bahwa Pemilu 2024 sudah dianggap beres, meskipun ada intimidasi, money politic, dan kecurangan dalam penyelenggaraannya hingga ke rekapitulasi suara.
“Bagi kami, hak angket itu adalah hak konstitusional dewan DPR RI yang juga harus di-back up oleh kesadaran rakyat, kesadaran kelompok prodemokrasi, kesadaran civil society,” ujar Hasto.
Dia menyampaikan, PDI Perjuangan sudah matang dalam mengajukan hak angket dengan menyiapkan segala sesuatu, baik naskah akademiknya, bukti-bukti, hingga pergerakan partai untuk menghadapi penghadangan atau penjegalan terhadap pengajuan hak angket.
Hasto mengungkapkan, upaya untuk menghadang hak angket diajukan di DPR sudah terlihat dari konsolidasi kekuasaan yang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan memasukan Agus Harimurti Yudhoyono dari Partai Demokrat menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju.
Selain itu, ada kecurigaan bahwa Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga akan bergeser ke partai pendukung pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Pemerintahan Otoriter
Hasto menyampaikan, upaya menekan partai politik dilakukan penguasa dengan menggunakan instrumen hukum, sama seperti yang dilakukan pemerintahan otoriter zaman Presiden Soeharto.
Hal itu menjadi ujian bagi partai politik tetapi juga bagi gerakan civil society untuk melihat secara kritis apakah hak angket perlu diproses untuk menyelamatkan masa depan pemilu dan nilai-nilai demokrasi yang menempatkan kedauatan rakyat sebagai aspek terpenting bukan ditentukan oleh satu orang saja.
“Nah, makanya ini ujian politik bagi kita semua untuk menyampaikan suatu sikap, meskipun itu menentang arus karena kebenaran di dalam politik itu seringkali diuji oleh waktu keadilan dan kebenaran tidak datang tiba-tiba,” ungkap Hasto.
Dia menjelaskan, harus dibangun kesadaran bersama tentang apakah masih perlu hak angket untuk memproses kecurangan pemilu? Atau masih perlukah Pemilu atau Pilkada ke depan karena semua sudah di-setting, diatur, dan direplikasi.
“Berbicara tentang angket itu sebenarnya juga berbicara tentang suatu nilai-nilai apakah kedaulatan rakyat yang kemudian ditampilkan di dalam setiap Pemilu itu masih perlu atau kita masuk di dalam suatu spirit Machiavelli yang menginginkan kekuasaan diatur oleh elit dan rakyat cukup dikasih Bansos ini kan yang harus kita koreksi,” ujar Hasto.
Sekjen PDI Perjuangan itu juga menyampaikan bahwa secara material hak angket yang akan diajukan di DPR sangat lengkap dengan membaca suasana kebatinan dan memegang prinsip sesuai konstitusi.
Hasto menyadari ada risiko yang harus dihadapi partai pengusung hak angket di tengah kekuasaan saat ini. Meski demikian PDI Perjuangan berani menghadapi risiko tersebut.
“Kalau dulu saat melawan pemerintahan otoriter Pak Harti saja berani, masa sekarang kita enggak berani menghadapi risiko. Paling saya nanti ditekan masalah Harun Masiku. Saya mau katakan, sekiranya saya karena memperjuangkan apa yang juga menjadi keyakinan Ibu Megawati, apa yang menjadi marwah dari PDI Perjuangan lalu tiba-tiba harus dikriminalisasi ya itu mungkin jalan yang harus saya lalui,” jelas Hasto.
Dia menambahkan, secara material hak angket yang akan diajukan PDI perjuangan sudah matang dan melalui beberapa kali revisi oleh pakar hukum. Kemudian, beberapa dalil-dalilnya akan diperkuat agar senafas dengan pengajuan gugatan di Mahkamah Konstitusi.
“Kami tahu bahwa kami akan dihadapkan pada berbagai kepungan dan ini yang kami harapkan ada kesadaran bersama dari rakyat untuk menjaga nilai-nilai demokrasi ini,” ujar Hasto.
Ketika ditanya bagaimana kalau pada ujungnya hanya PDI Perjuangan yang berdiri sendiri untuk mengusung hak angket, Hasto menyampaikan bahwa hal itu pun tetap akan menjadi ujian yang justru akan mengkristalkan nilai-nilai yang diperjuangkan partai tersebut.
“Kalau kita lihat jangankan dalam kehidupan nyata di dalam cerita-cerita film yang namanya pejuang itu, ya memang kadang-kadang harus menghadapi kesendirian, harus menghadapi jatuh bangun menghadapi ujian-ujian, tapi di situlah akan terjadi kristalisasi nilai,” kata Hasto.
No Comments