BRIEF.ID – Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo menyatakan, modernisasi sistem pertanian menjadi salah satu solusi untuk mengatasi perubahan iklim dan keterbatasan lahan di Tanah Air.
Pasalnya, kata Ganjar, sektor pertanian menghadapi 3 tantangan berat, yaitu perubahan iklim, berkurangnya lahan pertanian khususnya di Pulau Jawa, dan generasi muda yang tidak mau menjadi petani. Jika tantangan itu tidak segera diantisipasi, akan mengakibatkan krisis pangan dan berdampak negatif pada ketahanan pangan nasional.
“Sektor pertanian kita berada dalam situasi yang tidak mudah. Saat saya diundang ITB, saya juga diberi pertanyaan serupa. Dengan perubahan iklim, keterbatasan lahan pertanian, dan generasi muda tidak mau jadi petani, maka Indonesia bisa mengalami krisis pangan,” kata Ganjar, dalam pertemuan dengan kelompok tani, UMKM, tokoh agama, dan masyarakat, di Purbalingga, Jawa Tengah, Senin (15/1/2024).
Menurut dia, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 278,8 juta jiwa, bahan pangan menjadi salah satu kebutuhan pokok yang ketersediannya harus dijamin pemerintah.
Jika pasokan bahan pangan berkurang, dan harganya menjadi mahal untuk dijangkau masyarakat, maka krisis pangan berpotensi memicu krisis kemanusiaan bahkan krisis politik.
Ganjar mengatakan, modernisasi sistem pertanian sangat diperlukan untuk mengantisipasi perubahan iklim juga keterbatasan lahan.
Dengan modernisasi sistem pertanian, produktivitas pertanian diharapkan tetap terjaga meskipun terjadi perubahan iklim dan musim tanam. Selain itu, diperlukan juga bibit-bibit unggul untuk memaksimalkan produksi pertanian dan harga jualnya pun bersaing sehingga menguntungkan petani.
“Untuk menjaga produksi pertanian, saya minta ITB untuk modernisasi bibit juga lahan. Dengan riset ITB, saya tantang mereka untuk buat terobosan bagaimana dalam 2 tahun bisa meningkatkan produksi pertanian untuk ketahanan pangan,” tutur Ganjar.
Selain itu, lanjutnya, untuk pengairan lahan pertanian pun harus terjamin, mengingat perubahan iklim kerap mendatangkan kekeringan di beberapa daerah penghasil bahan pangan di Indonesia.
“Ke depan, untuk pengairan bukan hanya lewat bendungan, juga dengan cara menggunakan teknologi drone (pesawat tanpa awak),” ungkap Ganjar.
Dia menjelaskan, pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 3 berkomitmen untuk melakukan hilirisasi pertanian, selain hilirisasi sumber daya mineral yang telah dirintis Presiden Joko Widodo.
Nantinya, petani akan diberi keterampilan dan peralatan untuk mengolah hasil pertanian, sehingga tidak hanya menjual bahan mentah, tetapi bahan jadi yang siap diolah atau dikonsumsi.
“Hilirisasi pertanian penting. Misalnya, petani jangan hanya jual gabah tapi bisa giling padi sendiri sampai jadi beras,” ujar Ganjar.
Disebutkan, apabila menjual gabah harganya Rp 5.000 per kilogram dan paling mahal 8.000 per kilogram. Sedangkan penjualan berupa beras mencapai Rp 13.000 per kilogram, maka ada nilai tambah dan lebih untung.
Dengan modernisasi sistem pertanian, Ganjar berharap, generasi muda tertarik untuk menjadi petani dan turut memanfaatkan teknologi untuk menghasilkan produk pertanian yang bernilai jual tinggi.
Hal itu, seperti yang dilakukan petani di Jepang yang menghasilkan beberapa komoditas pangan unggul dan bernilai jual tinggi, dan diekspor ke berbagai negara.
“Kalau manajemen dan aksesnya modern, maka diharapkan produktivitas pertanian meningkat dan harapannya petani bisa naik kelas, sehingga anak-anak muda pun mau menjadi petani,” kata Ganjar.
Dia mengungkapkan, Ganjar-Mahfud akan mencoba untuk menerapkan sistem pertanian modern di setiap kabupaten di Indonesia, agar ada percontohan untuk menghasilkan produktivitas pangan unggul sesuai kebutuhan masing-masing daerah.
“Misalnya untuk Indonesia Timur, di Maluku dan Papua kalau tidak ada beras, mereka makanan pokoknya adalah sagu, papeda. Di Jawa, kalau beras mahal bisa ke tiwul. Ada juga beras jagung. Jadi ini yang kita dorong bagaimana supaya ada diversifikasi bahan pangan agar ada alternatif selain beras,” tutur Ganjar. (*
No Comments