BRIEF.ID – Bank sentral di berbagai negara kembali memborong emas dunia secara signifikan. Hal itu, membuat porsi dolar Amerika Serikat (AS) untuk cadangan devisa di bank sentral turun drastis, dan berganti dengan logam mulia.
Riset Deutsche Bank AG menyatakan lonjakan harga emas dunia, yang terjadi akhir-akhir ini dipicu aksi borong yang kembali dilakukan bank sentral dari berbagai negara.
Hal itu, antara lain dipicu ketidakpastian hubungan perdagangan AS dan Tiongkok, seiring perundingan perdagangan, yang tak kunjung menghasilkan kesepakatan.
Kondisi tersebut, semakin diperparah dengan ancaman baru Presiden AS, Donald Trump, yang akan memberlakukan kenaikan tarif 100% untuk barang impor dari Tiongkok.
Meskipun Trump kemudian melunak, dan menyatakan hubungan dagang AS-Tiongkok akan baik-baik saja, pelaku pasar juga bank sentral menilai ketidakpastian masih tinggi, sehingga emas sebagai aset safe haven menjadi pilihan investasi.
Deutsche Bank AG menyebut bank sentral sedang menerapkan praktik flight to safety, yang biasanya dilakukan investor institusi dengan membeli emas, sejak krisis keuangan 2008.
“Peningkatan ketidakpastian dan volatilitas pasar, membuat emas kembali diburu bank sentral. Lebih dari 36.000 ton emas sekarang berada di cadangan bank sentral,” ungkap riset Duetsche Bank AG.
Disebutkan, ketidakpastian yang berkepanjangan, membuat bank sentral di berbagai dunia perlahan mulai meninggalkan ketergantungan terhadap dolar AS sebagai cadangan devisa utama, dan beralih ke emas.
Hal itu terlihat dari penurunan tajam porsi dolar AS dalam cadangan devisa bank sentral selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Pada 2000, porsi dolar AS terhadap cadangan devisa dunia masih 60%, namun pada 2025 hanya sebesar 41%.
Sebaliknya, harga emas dunia melonjak bkan telah menembus level US$4.000, yang sebelumnya diperkirakan akan terjadi pada 2026. Pada penutupan perdagangan Senin (13/10/2025), harga ema dunia ditutup melonjak 2,9% menjadi US$ 4.129,6 per troy ounce.
Lonjakan harga emas dunia juga terjadi seiring keyakinan investor terhadap arah kebijakan Bank Sentral AS atau Federal Reserve (The Fed), yang masih berada di jalur pelonggaran moneter.
The Fed diperkirakan akan kembali menurunkan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) pada rapat Oktober ini, untuk mengendalikan inflasi dan tekanan dar sektor ketenagakerjaan.
Berdasarkan CME FedWatch, peluang penurunan suku bunga acuan Negeri Paman Sam sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%-4% dalam rapat The Fed pada Oktober 2025 mencapai 98,9%.
Pelaku pasar bahkan memperkirakan tren penurunan FFR akan berlanjut, di mana masih ada kemungkinan The Fed menunkan suku bunga acuan sekali lagi pada Desember 2025.
Dengan kondisi tersebut, harga emas diperkirakan masih akan melonjak, karena permintaan yang tingg, termasuk dari bank sentral, yang ingin mengamankan cadangan devisa.
Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset), sehingga memegang emas akan lebih menguntungkan saat suku bunga turun., dan ketidakpastian perekonomian yang meningkat. (jea)