Dibayangi Resesi Global, John Riady: Sektor Properti Tetap Prospektif

October 24, 2022

BRIEF.ID – Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady optimistis sektor properti di dalam negeri tetap prospektif meski perekonomian global dibayangi ancaman resesi,  yang dipicu krisis pangan, energi, finansial, dan konflik geopolitik Ukraina vs Rusia.

“Secara makro  perekonomian Indonesia jauh lebih baik dibandingkan negara lain.  Jadi,  menurut saya  ancaman resesi memang ada tetapi dari potensi dan kekuatan struktur ekonomi Indonesia, kita masih bisa lebih baik dan mampu bertahan,” kata John di Jakarta, Senin (24/10/2022).

Sejumlah  lembaga dunia, termasuk Dana Moneter International (IMF)  memperkirakan perekonomian global akan masuk jurang resesi pada tahun depan sebagai dampak dari kenaikan suku bunga dan inflasi, akan memukul  sektor ekonomi. IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global  tahun depan hanya 2,7% dan memperingatkan terjadinya resesi   jika para pembuat kebijakan salah menangani perang melawan inflasi.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi)  memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan sebesar 5,3%. Di sisi lain, dalam menghadapi potensi resesi, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI)  telah menerapkan berbagai strategi, mulai dari pengendalian inflasi dari sisi harga pangan, hingga secara perlahan-lahan menaikkan suku bunga acuan.

Imbas kebijakan itupun akan mempengaruhi pasar seperti terindikasi dari indeks kepercayaan konsumen dan penurunan indeks manufaktur. Persoalan serupa  juga bakal dirasakan sektor properti sebagai salah satu pilar perekonomian nasional.

John mengatakan sektor properti akan tetap berpeluang mengalami pertumbuhan. Karena dari segi investasi, properti masih menjadi aset yang baik ditengah kondisi ekonomi saat ini.

“Jika sektor properti bisa diselamatkan, saya yakin daya tahan ekonomi nasional menjadi lebih kuat,” jelas John.

Ia menambahkan sejauh ini sektor properti menjadi salah satu sektor penyangga terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), sekitar 13,6%. Selain itu, terdapat ekosistem industri yang sangat besar terkait sektor properti, sedikitnya 175 jenis industri terlibat di sektor itu. Dengan postur yang ada, sektor properti diyakini mampu menggerakkan roda perekonomian dan mejadi andalan pendapatan pajak pusat maupun daerah.

“Karena itu, penting bagi kami berupaya mengembangkan dan menyelamatkan sektor properti agar perekonomian nasional tetap tumbuh,” kata John.

John juga merespons positif kebijakan Bank Indonesia  untuk melanjutkan kebijakan relaksasi rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti maksimal 100%.

Seperti diketahui, mulanya insentif itu akan berakhir pada akhir tahun ini, namun Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada 19-20 Oktober lalu memutuskan untuk memperpanjang hingga akhir 2023.

“Kami tentunya menyambut baik keputusan dari Bank Indonesia untuk melanjutkan kebijakan relaksasi di sektor properti ini. Perpanjangan insentif ini kami yakini akan mendorong penyaluran kredit perbankan kepada dunia usaha, sehingga memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian,” jelas John.

Di sisi lain, John menilai  sektor properti telah menunjukkan daya tahan luar biasa selama pandemi. Daya resilensi yang sama, lanjutnya, akan menjadi modal sektor properti melewati masa krisis.

“Yang jelas, sektor properti akan tetap prospektif. Sebabnya, Indonesia masih memiliki kesenjangan kepemilikan pemukiman, selain itu pertumbuhan kelas menengah yang kuat akan menjamin kesinambungan pertumbuhan permintaan tersebut,” kata John.

Lebih jauh, kata dia, faktor kelas menengah dan permintaan domestik yang besar inilah sebagai juru selamat bagi perekonomian nasional menghadapi kondisi terpuruknya perekonomian global.

“Hal ini sejalan dengan perkiraan IMF, yang menyinggung kondisi perekonomian Indonesia jauh lebih tahan menghadapi ketidakpastian saat ini,” katanya.

Ia  menambahkan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) berhasil membukukan pra penjualan semester pertama ini sekitar 47,8% dari target tahun 2022 senilai Rp5,2 triliun. Adapun, pencapaian pra penjualan pada semester I 2022 tumbuh sebesar 7% YoY (year on year).

Meski demikian, kata John,  antisipasi terhadap potensi resesi harus tetap dilakukan pelaku industri. Misalkan, kata John, untuk mengerem penurunan permintaan akibat daya beli yang tergerus, para pelaku sektor properti harus mampu menawarkan produk yang sesuai agar bisa terserap pasar.

John menilai kebijakan dari pemerintah juga penting guna menyangga laju sektor properti.

“Pelemahan daya beli serta meningkatnya cost bisa diakomodir dengan kebijakan yang menstimulus seperti PPN DTP yang terbukti efektif. Sebab kenyataannya, sektor properti yang padat karya ini memiliki permintaan potensial yang masih sangat besar secara domestik,” katanya.

No Comments

    Leave a Reply