BRIEF.ID – Di tengah derasnya arus politik identitas, dunia membutuhkan sosok pemimpin yang berbela rasa demi kemanusiaan untuk menjadi teladan. Paus Fransiskus yang akan mengunjungi Indonesia, pada September 2024 menjadi salah satu sosok tersebut karena dipandang dapat keluar dari identitasnya demi memperjuangkan isu-isu kemanusiaan.
Pandangan itu diungkapkan Direktur Wahid Institute Yenny Wahid dalam webinar dialog antarumat beragama ”Memaknai Kunjungan Paus bagi Umat Beragama dan Bangsa Indonesia” yang diselenggarakan KBRI Vatikan, pada Selasa (23/7/2024) malam.
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Komaruddin Hidayat, Duta Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono, dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla hadir dalam diskusi itu.
Yenny menyebut Paus Fransiskus sebagai sosok yang istimewa. Hal itu bukan karena Paus sebagai pemimpin Takhta Suci Vatikan, melainkan juga sosok yang lekat dengan semangat berbela rasa.
”Dunia saat ini sedang banyak gejolak. Dunia saat ini memerlukan sosok semacam Paus Fransiskus,” tutur Yenny.
Di Indonesia, kata Yenny, juga masih banyak kasus kekerasan dan radikalisme. Ia mencatat, dari 2009 hingga 2018 terjadi ribuan kasus berkaitan dengan pelanggaran agama. Sebanyak 1.420 kasus di antaranya merupakan intimidasi-intimidasi yang dilakukan aktor nonnegara. Pada periode yang sama, negara melakukan 1.033 tindakan pelanggaran berkaitan hak umat untuk bisa beribadah secara damai.
”Masih ada peristiwa penyegelan tempat ibadah. Penutupan tempat ibadah dan tidak memberikan izin membangun rumah ibadah,” ungkap Yenny.
Dengan kondisi-kondisi tersebut, kata Yenny, isu SARA berpotensi menguat dan lari kepada politik identitas. Menghadapi tantangan dunia tersebut diperlukan sosok-sosok pemimpin yang bisa beranjak ke luar dari identitas dirinya dan mau berjuang untuk kemanusiaan.
”Sosok tersebut salah satunya ialah Paus Fransiskus. Beliau adalah sosok yang menginspirasi dan dicintai umat dari sejumlah agama,” ungkapnya.
Pernah bersalaman langsung pada 7 tahun lalu, Yenny memiliki kesan Paus Fransiskus adalah sosok yang hangat. Kehangatan yang terpancar membuat dia menilai Paus Fransiskus sebagai orang yang inspiratif dan karismatik.
Suara Kemanusiaan
Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Komaruddin Hidayat menuturkan, kunjungan Paus mengamplifikasi dan mengangkat citra posisi Indonesia dalam konteks kemanusiaan dan hubungan antaragama. Sebab, kunjungan ini seluruhnya bertema kemanusiaan, perdamaian, dan spiritualitas.
”Lewat kunjungan ini, suara tentang kemanusiaan, perdamaian, dan spiritualitas akan jernih didengar dunia. Tanpa perlu interpretasi, kunjungan ini jelas untuk menggaungkan kemanusiaan dan kedamaian,” ujar Komaruddin.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Michael Trias Kuncahyono menuturkan, setiap kali bertemu para duta besar di Roma, mereka selalu bertanya, mengapa Paus Fransiskus mengunjungi Indonesia. ”Indonesia memang dipilih dari yang terpilih,” jawab Trias.
Saat ini, Takhta Suci Vatikan menjalin hubungan dengan 184 negara. Hingga kini, baru 66 negara yang dikunjungi, termasuk Indonesia pada September.
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan kegotongroyongan yang dihidupi oleh masyarakat Indonesia tampak selaras dengan perhatian Paus Fransiskus terhadap semangat persaudaraan. Perhatian itu tampak dalam ensiklik ”Fratelli Tutti” dan gagasan Deklarasi Abu Dhabi yang digagas oleh Paus asal Argentina itu. (Kompas.id)