BRIEF.ID – Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (28/10/2025) diperkirakan akan berlanjut dan akan menguji level psikologis di angka 8.000.
Berdasarkan laporan Phintraco Sekuritas, Selasa (28/10/2025), IHSG akan bergerak pada resistance 8.300, pivot 8.130, dan support 8.000.
“Secara teknikal, IHSG breaklow MA20 di level 8.117 dengan kenaikan volume transaksi. Stochastic RSI juga mengalami death cross di pivot area, dengan MACD membentuk penyempitan negative slope sehingga, IHSG berpotensi uji level psikologis 8.000,” demikian laporan Phintraco Sekuritas.
Saham-saham yang dapat diperhatikan pada perdagangan Selasa (28/10/2025) di antaranya, ADMR, BBYB, MAPA, ARTO, dan GGRM.
Pada perdagangan Senin (27/10/2025) IHSG ditutup melemah pada level 8.117 atau turun 1,87%. Pelemahan IHSG ditekan oleh pelemahan mayoritas saham grup konglomerasi dan saham-saham yang berkaitan dengan MSCI.
Indeks MSCI adalah indeks yang diluncurkan oleh lembaga riset Morgan Stanley Capital International untuk mencerminkan pergerakan harga saham di berbagai kategori pasar. Hal ini, sebagai respon atas MSCI yang berencana melakuan penyesuaian metodologi perhitungan free float khusus untuk konstituen saham Indonesia, dengan masukan dibuka hingga 31 Desember 2025 dan hasil diumumkan paling lambat 30 Januari 2026.
Jika disetujui, perubahan ini akan diterapkan pada review Mei 2026. Selain itu, MSCI juga akan menerapkan pembulatan baru mulai Mei 2026, dengan aturan berbeda tergantung besarnya free float 25% dibulatkan ke 2,5% terdekat, 5-25% dibulatkan ke 0,5% terdekat, dan <5% dibulatkan ke 0,5% terdekat. Kebijakan ini akan berdampak terhadap bobot saham Indonesia dalam indeks Emerging Markets MSCI.
Masih dari dalam negeri, investor menanti realisasi laporan keuangan Triwulan III-2025 dan membaiknya perekonomian domestik pada Triwulan IV-2025.
Sebelumnya, BBCA mencatatkan kinerja yang solid, BBNI cenderung mengalami tekanan di sisi biaya dana sehingga menekan laba, dan BMRI juga mencatatkan penurunan laba seiring dengan meningkatnya beban provisi dan beban lain-lain di Triwulan III-2025. (nov)


