BRIEF.ID – Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) memutuskan menahan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR) di kisaran 4,25%-4,5%.
Tak hanya itu, The Fed juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) AS Tahun 2025 dari 2,1% menjadi 1,7%.
Sementara itu, The Fed menaikkan perkiraaan beberapa indikator ekonomi, yakni inflasi dan angka pengangguran, sebagai berikut:
– Perkiraan inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) atau Pengeluaran Konsumsi Pribadi naik dari 2,5% menjadi 2,7%
– Perkiraan inflasi inti PCE juga naik dari 2,5% menjadi 2,8%
– Perkiraan angka pengangguran naik dari 4,3% menjadi 4,4%
Dalam konferensi pers pada Rabu (19/3/2025) malam waktu setempat atau Kamis (20/3/2025) pagi WIB, Gubernur The Fed, Jerome Powell, mengatakan suku bunga ditahan dengan mempertimbangkan ketidakpastian ekonomi yang meluas.
Menurut dia, perang tarif yang digaungkan Presiden AS, Donald Trump,
telah mulai mendorong inflasi dan kemungkinan akan menghambat kemajuan yang telah dilihat bank sentral dalam mengurangi inflasi sejak puncaknya pada tahun 2022.
Risiko Stagflasi
Hal itu, lanjut Powell, membuat risiko stagflasi meningkat, dan pertumbuhan ekonomi melambat, sehingga menempatkan The Fed berada dalam posisi sulit saat melakukan pertemuan pada pekan ini.
“Saya pikir dengan meningkatnya inflasi akibat kebijakan tarif, maka kemajuan lebih lanjut (pertumbuhan ekonomi) kita mungkin tertunda,” kata Jerome Powell, seperti dikutip AP.
Powell menambahkan, The Fed masih memperkirakan inflasi akan kembali ke hampir 2% pada akhir tahun depan. Perang tarif hanya dapat menciptakan kenaikan harga satu kali, daripada dorongan inflasi yang berkelanjutan.
Ekonom Morgan Stanley, Michael Gapen, mengatakan keputusan The Fed yang menahan suku bunga acuan dan memangkas proyeksi PDB AS menjadi sinyal resesi ekonomi makin kencang.
Perang tarif, yang digaungkan Presiden Trump membuat inflasi meningkat, namun The Fed sulit memangkas suku bunga karena mempertimbangkan risiko resesi.
Dalam beberapa kasus, lanjut Gapen, The Fed dapat dengan mudah “melewati” kenaikan harga sementara, daripada menanggapinya dengan menaikkan suku bunga.
“Akan lebih sulit bagi mereka untuk memangkas suku bunga tahun ini dengan inflasi yang bergerak menyamping,” kata Michael Gapen.
Pengamat Pasar Modal, Edhi Pranasidhi, menyatakan keputusan The Fed mencerminkan lembaga independen itu melihat potensi inflasi yang lebih tinggi dan ekonomi AS yang lemah pada tahun ini.
Hal itu, akan meningkatkan volatilitas pasar keuangan global, namun menjadi angin segar bagi emerging market. Reaksi awal pasar terhadap keputusan The Fed adalah lonjakan kecil pada S&P 500.
Sementara di kawasan Asia, nilai tukar dan indeks utama di bursa saham mayoritas dibuka menguat pada perdagangan hari ini. (jea)