BRIEF.ID – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) secara resmi meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengklarifikasi pernyataannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI pada 30 September 2025, yang dinilai dapat menimbulkan kesalahpahaman publik.
Dalam RDP tersebut Menkeu Purbaya mengatakan, “yang ada beberapa kilang dibakar, kan”. Presiden FSPPB Arie Gumilar menilai pernyataan yang dilontarkan Menkeu tersebut berpotensi menimbulkan kekeliruan tafsir publik.
Di mana seolah-olah insiden kebakaran kilang terjadi karena unsur kesengajaan. Hal tersebut dapat merugikan nama baik Pertamina dan pekerjanya. Selain itu dinilai akan mengurangi kepercayaan publik terhadap tata kelola energi nasional.
Oleh karena itu, FSPPB menegaskan bahwa ucapan Menkeu yang bisa diartikan adanya unsur kesengajaan dalam peristiwa kebakaran kilang, merupakan tuduhan serius.
“Setiap pernyataan pejabat negara di ruang publik memiliki konsekuensi besar terhadap persepsi masyarakat dan kredibilitas institusi. Karena itu, FSPPB menekankan agar pernyataan tersebut diluruskan dengan penjelasan resmi yang berdasarkan fakta hukum dan investigasi teknis yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Arie.
Jika hal tersebut tidak terbukti, kata Arie, pihaknya meminta pernyataan Menkeu Purbaya segera dikoreksi. Sehingga marwah pekerja, perusahaan, serta kepercayaan publik terhadap negara dapat terjaga.
FSPPB juga mengingatkan bahwa pembangunan maupun revitalisasi kilang, seperti proyek RDMP, adalah proses strategis berskala besar yang tidak sederhana.
“Membangun kilang bukan hanya urusan teknis, melainkan bagian dari pembangunan peradaban industri. Proses ini membutuhkan investasi besar, dukungan lintas sektor, serta kesabaran jangka panjang,” kata Arie menegaskan.
Lebih jauh FSPPB menjelaskan terdapat banyak faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan kilang, di antaranya:
- Kebijakan Politik & Ekonomi: Konsistensi regulasi, kepastian investasi, koordinasi lintas Kementerian dan stabilitas finansial jangka panjang.
- Faktor Sosial & Budaya: pembebasan lahan, penerimaan masyarakat, serta keselarasan dengan norma lokal.
- Lingkungan & Keselamatan (HSSE): Pemenuhan standar keamanan dan lingkungan hidup internasional yang ketat dan kompleks.
- Proses Konstruksi: pekerjaan berteknologi tinggi (high technology) dengan risiko tinggi (high risk) yang tak dapat dijalankan secara serampangan dan sembarangan.
FSPPB menilai pernyataan yang menyederhanakan tantangan tersebut berisiko menyesatkan publik dan mereduksi kerja keras seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan energi nasional. FSPPB kembali menegaskan komitmennya untuk mendorong reintegrasi Pertamina dari hulu hingga hilir, termasuk pengembalian fungsi SKK Migas dan BPH Migas ke dalam satu Pertamina di bawah kendali langsung Presiden.
Reintegrasi diyakini akan memberikan manfaat strategis bagi bangsa, di antaranya:
- Menekan defisit neraca perdagangan melalui pengurangan impor migas.
- Memperkuat kedaulatan dan swasembada energi sesuai Astacita Presiden Republik Indonesia.
- Menghadirkan tata kelola energi yang lebih terintegrasi, efisien, dan berpihak pada kepentingan nasional.
“FSPPB akan selalu berdiri di garda terdepan dalam membela martabat pekerja Pertamina dan menjaga kredibilitas perusahaan, sembari mendorong terciptanya sistem energi nasional yang berdaulat, transparan, dan berpihak kepada kepentingan rakyat,” pungkas Arie. (lsw)