Jakarta, 12 April 2022- Pemerintah menyatakan telah dan akan terus menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber atau bantalan penjaga pemulihan ekonomi dan untuk melindungi daya beli masyarakat di tengah berbagai risiko global yang sedang berkembang.
Sebagaimana diketahui, saat ini pemulihan ekonomi sedang menghadapi tantangan global berupa normalisasi kebijakan moneter The Fed serta eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dalam Indonesia Macroeconomic Update 2022 menyebutkan bahwa konflik Rusia – Ukraina telah menyebabkan kenaikan harga sejumlah komoditas dunia. Sementara itu, normalisasi kebijakan moneter The Fed menyebabkan kenaikan biaya dana (cost of fund).
Kedua hal tersebut, lanjut Febrio, tentu berdampak terhadap APBN dan pelaksanaannya. Pertama, tuturnya, ada potensi kenaikan pendapatan dan belanja, yang antara lain disumbang oleh subsidi energi, stabilisasi harga pangan, serta bantalan kebijalan perlindungan masyarakat.
Kedua, muncul potensi naiknya risiko pembiayaan APBN, yang disebabkan oleh kenaikan yield surat berharga negara (SBN).
Namun demikian, dia menegaskan bahwa pemerintah menegaskan respon kebijakan untuk menggunakan APBN sebagai shock absorber.
“APBN hadir untuk melindungi masyarakat dan menjaga pemulihan ekonomi semakin menguat. APBN sebagai shock absorber yakni APBN menjaga pemulihan ekonomi, APBN melindungi kesehatan dan daya beli rakyat, serta APBN sebagai instrumen kebijakan harus kembali sehat,” ujarnya.
Menurut dia, APBN terbukti efektif memitigasi dampak pandemi Covid-19 sepanjang 2021. Tingkat kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran berhasil kembali menurun pada 2021 yang merupakan tahun kedua terjadinya pandemi.
Pemulihan ekonomi mampu mendorong tingkat penyerapan tenaga kerja yang cukup masif pada 2021. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa lapangan kerja baru yang tercipta pada masa pemulihan ekonomi, yakni Agustus 2020 – Agustus 2021) mencapai 2,6 juta lapangan kerja baru.
Program perlindungan sosial dan pengentasan kemiskinan dalam APBN juga efektif menurunkan tingkat kemiskinan kembali ke level single digit menjadi 9,71 persen per September 2021. Hal ini menunjukkan arah kepada tren perbaikan kesejahteraan masyarakat yang telah terjadi di masa prapandemi.
“Kebijakan pemerintah akan terus konsisten mendorong pertumbuhan yang inklusif dengan mengakselerasi pemulihan kesejahteraan, khususnya dari sisi penyerapan tenaga kerja yang lebih optimal serta pembangunan kualitas sumber daya manusia,” katanya. (ANO)
No Comments