BRIEF.ID – Dalam langkah inovatif untuk mendukung sektor ekonomi kreatif, Kementerian Hukum secara resmi meluncurkan program penggunaan sertifikat kekayaan intelektual (KI) sebagai jaminan kredit. Dengan peluncuran ini, Indonesia menjadi negara ke-15 di dunia yang menerapkan sistem pembiayaan berbasis kekayaan intelektual.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebutkan langkah ini sebagai terobosan besar. Program ini memungkinkan pelaku ekonomi kreatif untuk menjadikan sertifikat KI—seperti hak cipta, paten, atau merek dagang—sebagai agunan dalam mengajukan pinjaman ke bank.
“Ini adalah terobosan besar, sertifikat KI kini bisa menjadi instrumen pembiayaan untuk mendukung sektor ekonomi kreatif nasional,” ujar Supratman dikutip dari Antara.
Berdasarkan data Kementerian Hukum per 13 Agustus 2025, sertifikat yang bisa digunakan adalah yang telah terdaftar resmi di Kementerian Hukum. Penyaluran kredit tahap awal dilakukan melalui BRI dan akan diperluas ke bank-bank lain yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara.
Untuk dapat menggunakan sertifikat KI dalam penjaminan kredit, langkah pertama yaitu pemohon memilih jenis pinjaman yang dapat menggunakan KI sebagai jaminan. Kemudian, pemohon dapat datang ke bank, mengisi formular, dan menyerahkan dokumen pendukung seperti rencana bisnis dan data usaha. Selanjutnya, bank akan melakukan penilaian terhadap nilai KI untuk menentukan kelayakan agunan. Jika disetujui, bank akan mencairkan pinjaman.
Saat ini, jenis sertifikat yang dapat digunakan sebagai jaminan dalam program pembiayaan ini adalah merek. Namun ke depannya pemerintah akan memperluas jenis-jenis sertifikat kekayaan intelektual lainnya, seiring dengan perkembangan sistem dan evaluasi regulasi.
Selain membuka akses pembiayaan baru bagi pelaku ekonomi kreatif, kebijakan baru ini membawa sejumlah manfaat positif yaitu mengakui kekayaan intelektual sebagai aset ekonomi yang bernilai, bukan hanya sebagai hak hukum.
Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB nasional, yang diproyeksikan mencapai Rp1.500 triliun pada 2024 dan menyerap 26,5 juta tenaga kerja, serta mendorong perbaikan peringkat Indonesia dalam Global Innovation Index (GII), yang pada 2024 berada di posisi 54.
Sebelum Indonesia, sejumlah negara telah lebih dulu menerapkan sistem pembiayaan berbasis KI, antara lain Amerika Serikat, Belanda, China, Hongkong, Jepang, Malaysia, dan Singapura. (ano)