Seperti Makan Buah Simalakama, The Fed Tak Kunjung Turunkan Suku Bunga Acuan

BRIEF.ID – Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) seperti  makan buah simalakama, hingga tak kunjung menurunkan suku bunga acuan atau Fed Fund Rate (FFR).

Setiap kali Komite Pasar Terbuka Federal atau FOMC ddigelar, selalu berujung pada keputusan mempertahankan FFR dengan berbagai alasan.

Gubernur The Fed, Jerome Powell, sering menggunakan istilah “upside risk” untuk menggambarkan pertimbangan FOMC tetap mempertahankan suku bunga The Fed, di tengah situasi yang membuat pelaku pasar dan pebisnis bahkan Presiden Donald Trump mengharapkan FRR dipangkas.

Secara sederhana, upside risk menggambarkan risiko skala atas yang sebaiknya diambil untuk menciptakan kondisi positif atau kestabilan atas kemungkinan kejadian yang tidak dapat diprediksi secara pasti.

Adapun upside risk untuk inflasi, menggambarkan harga bisa naik lebih cepat dari yang diperkirakan. Untuk pengangguran, upside risk memperkirakan lebih banyak orang bisa kehilangan pekerjaan.

Jika The Fed melihat risiko ini seimbang, itu tanda stagflasi (inflasi tinggi, ekonomi lemah) sedang terjadi, sehingga perlu kebijakan moneter untuk meminimalisir risiko dan menggerakan ekonomi.

Pertanyaannya, kenapa The Fed belum juga memangkas suku bunga di saat kondisi inflasi AS mulai turun bahkan cenderung stabil?

Jawabannya, adalah pertimbangan The Fed pada kondisi yang belum pasti, seiring risiko perang dagang dan konflik geopolitik di berbagai belahan dunia. Belum lagi, risiko dari dalam negeri, seiring angka pengangguran yang meningkat.

Kalau suku bunga diturunkan dan inflasi naik lagi, The Fed akan kehilangan kepercayaan. Pengalaman 1970-an menunjukkan kalau inflasi lepas kendali, butuh waktu lama dan susah untuk mengatasinya.

Kondisi ini nampaknya membuat The Fed tidak mau menjadi kambing hitam yang bikin inflasi tinggi lagi.

Lalu mengapa Presiden Trump dan banyak kalangan mendorong The Fed harus menurunkan suku bunga?

Suku bunga tinggi bikin orang susah. Cicilan rumah di Amerika  hampir 7%, bunga kartu kredit lebih dari 20%, pinjaman bisnis bikin investasi macet.

Imbasnya, pasar rumah mandek, penjualan mobil turun, dan usaha kecil susah berkembang. Kadang, harus atasi masalah sekarang, bukan cuma takut sama masa depan.

Namun The Fed tetap mempertahankan suku bunga sejak September 2024. The Fed mungkin terlihat bingung karena risiko inflasi dan pengangguran seimbang. Mereka merasa tidak punya pilihan bagus. Setiap kebijakan ada dampak buruknya.

Sepertinya, The Fed seperti makan buah simalakama terkait kebijakan suku bunga acuan. Bank Sentral AS seolah terjebak pada situasi membiarkan ekonomi melemah untuk jaga inflasi tetap rendah, atau turunkan bunga untuk bantu orang bayar cicilan dan bisnis, tapi risiko inflasi naik lagi.

Ketika bank sentral bingung dengan pilihan sulit, hal itu menunjukkan kondisi ekonomi sedang tidak stabil. Kondisi ini yang mungkin menjadi alasan kenapa emas dan mata uang Yen Jepang sebagai safe haven menguat dan dolar AS melemah.

Sebagai catatan, indeks Dolar AS telah terkoreksi sebesar 10,8% di paruh pertama tahun 2025. Penurunan terburuk di paruh pertama sejak berakhirnya sistem Bretton Woods yang didukung emas pada tahun 1973. Ini juga menjadi penurunan terlemah untuk periode enam bulan sejak tahun 2009.

Selain itu, Indeks Bloomberg Dollar Spot mencatat penurunan bulanan selama 6 bulan berturut-turut, menyamai rekor penurunan terpanjang dalam 8 tahun terakhir.

Terhadap sejumlah mata uang dunia, Dolar AS juga melemah, antara lain -14,4%) terhadap Franc Swiss, -13,4% terhadap Euro, -10,5% terhadap Yen Jepang, dan -9,6% terhadap Poundsterling.

Kondisi diatas terjadi mungkin karena investor bereaksi terhadap tarif, krisis pengeluaran defisit AS, dan tekanan padaThe Fed untuk menurunkan suku bunga. (jea)

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Penerimaan Pajak Semester I – 2025 Mencapai Rp 831,27 Triliun

BRIEF.ID - Realisasi penerimaan pajak hingga Semester I-2025 mencapai...

Pendapatan Negara Terkoreksi 9% di Semester I 2025, Pemicunya Danantara hingga Harga Minyak Dunia

BRIEF.ID - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan...

Low Tuck Kwong Jadi Orang Terkaya di Indonesia, Geser Prajogo Pangestu

BRIEF.ID - Low Tuck Kwong, pendiri PT Bayan Resources...

Mengapa IHSG Terus Melemah?

BRIEF.ID - Banyak tanya yang tidak terucap menyaksikan pergerakan...