BRIEF.ID – Saham di bursa Asia memulai pekan ini dengan awal yang lemah, pada Senin (20/2/2023). Kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) membuat suasana perdagangan melambat menjelang diterbitkannya risalah pertemuan bak sentral AS, Federal Reserve dan pembacaan inflasi inti yang diperkirakan dapat menambah risiko kenaikan suku bunga , untuk jangka waktu yang lebih lama.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang pernah terjadi dengan Korea Utara, menyusul penembakan rudal dan pembicaraan tentang Rusia meningkatkan serangan di Ukraina.
Ada laporan yang menyebutkan Gedung Putih merencanakan sanksi baru terhadap Rusia, sementara Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada hari Sabtu (18/2/2023) memperingatkan Beijing tentang konsekuensi jika memberikan dukungan material, termasuk senjata ke Moskow.
Semuanya dimulai dengan hati-hati dan indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang sebagian besar datar, setelah turun 2,2% minggu lalu. Nikkei Jepang merosot 0,2% dan Korea Selatan 0,4%.
Indeks S&P 500 berjangka turun 0,2%, Nasdaq berjangka turun 0,3%. S&P menyentuh level terendah dalam dua minggu terakhir, pada hari Jumat (18/2/2023) yang dipicu serangkaian berita ekonomi AS yang menyarankan Fed mungkin melakukan lebih banyak hal pada suku bunga bahkan setelah menaikkan 450 basis poin dalam 11 bulan.
“Ini adalah pengetatan Fed yang paling agresif dalam beberapa dekade dan penjualan ritel AS berada di level tertinggi sepanjang masa; pengangguran di level terendah 43 tahun; gaji naik lebih dari 500 ribu pada bulan Januari dan inflasi CPI/PPI meningkat kembali. Itu adalah misi Fed yang sangat tidak terselesaikan,” demikian disampaikan analis di BofA. (Reuters)
No Comments