Jakarta – Salah satu penggagas UU 30/2002 tentang KPK yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Prof Dr Romli Atmasasmita, mengatakan bila RUU KPK merupakan iktikad baik dari pemerintah dan legislatif dalam memperbaiki lembaga anti korupsi tersebut. Bagi Romli, KPK saat ini sudah jauh melenceng dari cita-cita awal pendiriannya.
Salah satu yang disinggung oleh Romli adalah minimnya pencegahan dan lebih banyak penindakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK. Padahal seharusnya penindakan dan pencegahan harus dijalankan secara bersama-sama oleh KPK. Romli juga menyinggung soal uang yang dikembalikan pada negara oleh KPK lebih kecil dibandingkan dengan kepolisian maupun kejaksaan.
“Revisi ini iktikad baik DPR dan pemerintah untuk memperbaiki KPK. Saya setuju soal revisi ini. Kita tidak tahu apakah revisi ini akan menghasilkan apa yang kita harapankan seperti dulu yang saya harapkan pada KPK. UU Tipikor dulu itu bukan luar biasa setelah orba itu luar biasa soal korupsi sampai perlu ada reformasi. Reformasi itu arahnya ke birokrasi itu adalah sumber masalah,” kata Romli, Jumat (4/10/2019).
“KPK tidak paham filosofi, pemberantasan korupsi bukan semata-mata menghukum tapi juga uang negara dikembalikan. Ada ketimpangan selama ini dibanding lembaga lain. KPK sudah keluar dari jalurnya, yang diharapkan adalah pencegahan bukan penindakan saja,” tuturnya.
Selain itu, Romli juga mengatakan bila saat ini KPK sudah tidak lagi melakukan fungsi koordinasi dan supervisi yang seharusnya mereka lakukan, sebagaimana tertuang dalam tugas KPK. Karenanya, bagi Romli seharusnya KPK beruntung hanya dilakukan revisi saja pada UU KPK bukan pembubaran pada institusi tersebut.
“Saya sampai pada kesimpulan bahwa KPK itu amburadul. Barang rampasan banyak yang hilang. Koordinasi dan supervisi itu adalah langkah dari saya untuk pengawasan ke KPK. Supervisi ini yang mereka tidak mau melakukan. Masih bagus tidak dibubarin, revisi itu upaya yang maksimal,” tegasnya.
Romli juga membahas beberapa substansi yang menjadi polemik dalam RUU KPK seperti keberadaan dewan pengawas dan penerbitan SP3. Dirinya menyebut bila sudah benar ada dewan pengawas di dalam tubuh KPK agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam melakukan penyadapan. Apalagi, sebut Romli, dalam penyadapan ada banyak hak-hak asasi yang dilanggar oleh KPK selama ini.
“Kalau dewan pengawas di luar nanti dianggap intervensi. Kalau di dalam sistem itu akan independen walaupun ditunjuk presiden. Independennya dewan pengawas KPK itu bisa dilihat dari rule of the game-nya. Pimpinan KPK saja diangkat oleh presiden. Dewan pengawas itu kan hanya soal penyadapan yang diatur, karena itu kan soal HAM. Makanya harus diawasi itu soal penyadapan,” papar Romli.
“Penyadapan boleh tapi harus ada SP3, itu yang saya bilang agar mereka hati-hati dalam bertindak dan menentukan tersangka. Malah saya bilang harusnya 4 alat bukti bukan 2. Sejak awal sudah melanggar HAM, ceroboh dan tidak hati-hati. Makin kesini mulai jihad, jangan anggap koruptor itu manusia, miskinkan, jadikan tersangka walaupun cuma 1 alat bukti,” pungkasnya.
(Bisma)
No Comments