BRIEF.ID – Dharma Wanita Persatuan (DWP) KBRI Washington DC, Amerika Serikat (AS) mementaskan monolog bertajuk “Panggil Aku Kartini Saja” (Just Call Me Kartini), yang menuturkan tentang penggalan-penggalan kisah dan pemaknaan surat-surat yang ditulis Raden Ajeng (RA) Kartini, semasa hidupnya.
Monolog yang menampilkan aktris Happy Salma dan Achda Imran sebagai penulis naskah, diadaptasi dari novel berjudul “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya Ananta Toer.
Acara yang diselenggarakan di Wisma Indonesia — kediaman resmi Dubes Republik Indonesia (RI) untuk AS, dalam rangka memperingati Hari Kartini, yang jatuh pada setiap tanggal 21 April, Hari Ulang Tahun (HUT) ke-7 Citra Kartini Indonesia (CIRI), sekaligus menjadi momen perpisahan dengan Ibu Mari Elka Pangestu yang akan kembali ke Tanah Air setelah mengakhiri masa tugasnya sebagai Direktur Pelaksana, Kebijakan Pembangunan, dan Kemitraan Bank Dunia, pada 1 Maret 2023. Hadir pula, para duta besar perempuan dan istri duta besar negara-negara ASEAN, komunitas Indonesia World Bank dan Bank Indonesia serta perwakilan organisasi di AS.
Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Washington DC Ibu Ayu Rosan saat memberikan sambutan pada pembukaan monolog bertajuk “Panggil Aku Kartini Saja” (Just Call Me Kartini) di Wisma Indonesia.
Ketua DWP KBRI Washington, Ibu Ayu Rosan melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (2/5/2023), mengatakan bahwa monolog “Panggil Aku Kartini Saja” menjadi sarana diplomasi damai bagi perempuan Indonesia dalam pergaulan internasional saat ini. Disebutkan, melalui pementasan “Panggil Aku Kartini Saja” masyarakat AS dan negara-negara lainnya, yang sebelumnya tidak mengenal ketokohan Raden Ajeng Kartini, akhirnya menjadi tahu.
“Diplomasi tidak hanya dilakukan di atas meja perundingan, tetapi dengan cara-cara kreatif seperti pementasan seni, yang diselenggarakan DWP KBRI Washington. Sebagai istri Duta Besar RI di Amerika Serikat, saya meyakini, pementasan seni adalah sarana penyeimbang dalam menata kehidupan berbangsa yang lebih baik, pada era globalisasi,” kata Ibu Ayu Rosan.
Menurut Ibu Ayu Rosan, Kartini sebagai tokoh emansipasi perempuan Indonesia, disepanjang hidupnya, memiliki keinginan terbesar, yaitu belajar. Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada 21 April 1879 dan meninggal pada 17 September 1904, lanjutnya, melakukan berbagai upaya agar dapat terus belajar, menjalin pertemanan antar bangsa, dan mengajarkan anak-anak di sekitar tempat tinggalnya.
“Berbagai upaya juga dilakukan Kartini agar dapat melanjutkan studinya di Belanda. Kartini mendapatkan beasiswa, tetapi kenyataan hidup yang keras membuat keputusannya untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri, tidaklah semudah yang dibayangkan,” kata Ibu Ayu Rosan.
Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Washington, Ibu Ayu Rosan (kanan) berfoto bersama aktris Happy Salma (kiri) pada pementasan monolog “Panggil Aku Kartini Saja” (Just Call Me Kartini).
Diakui Ibu Ayu Rosan, sebagai tokoh emansipasi Indonesia, Kartini memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai manusia. Berbagai keterbatasan dan rintangan, serta campur tangan situasi politik dan tokoh-tokoh di sekitarnya pada masa itu juga mempengaruhi keputusan yang diambilnya.
“Hanya orang yang mengetahui tatanan kehidupan di dunia lain, meskipun melalui membaca, dapat menentukan jalan hidupnya sendiri. Perempuan tidak pernah tunduk pada nasib dan keputusan mereka,” jelas dia.
Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Washington, Ibu Ayu Rosan (kanan) bersama mantan Direktur Pelaksana, Kebijakan Pembangunan, dan Kemitraan Bank Dunia Ibu Mari Elka Pangestu (kiri).
Ibu Ayu Rosan optimistis pementasan monolog “Panggil Aku Kartini Saja” akan menjadi alat ampuh diplomasi damai dalam pergaulan internasional saat ini. Lebih lanjut ia mengungkapkan, membaca surat-surat Kartini seperti membaca isi hatinya yang terdalam. Berbagai ide, pemikiran, mimpi hingga perasaannya dicurahkan untuk menegaskan bahwa Kartini adalah perempuan yang tahu diri dan jujur pada perasaannya. “Kartini adalah simbol emansipasi perempuan di Indonesia, memulai segalanya dengan mengenal dirinya terlebih dulu. Merayakan Hari Kartini berarti merayakan menjadi seorang perempuan dengan limpahan semangat emosional untuk memperjuangkan dan menjalani kehidupan,” pungkas Ibu Ayu Rosan.
No Comments