Jakarta, 6 November 2020 – Ada tiga hal yang harus menjadi fokus penguatan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pasca terbitnya Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Ketiganya adalah pemberian pelatihan, permodalan, dan insentif lainnya.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Muhammad Ikhsan Ingratubun berkata, secara umum UU Ciptaker telah membuka kesempatan besar bagi pengusaha mikro dan kecil untuk tumbuh pesat. Akan tetapi, ruang pertumbuhan ini baru bisa maksimal jika pemberdayaan UMKM dan usaha ultra mikro dilakukan simultan dan secara kolaboratif.
“Pertama, harus ada pendidikan dan pelatihan yang makin intens. Setelah itu penguatan permodalan harus didukung. Kemudian realisasi penerbitan sertifikat halal gratis, serta sekarang sedang diusahakan penerbitan izin BPOM gratis. Fasilitas-fasilitas ini harus dikembangkan terus, utamanya dalam pemberian akses permodalan yang mudah melalui perbankan atau koperasi, dengan bunga murah dan syarat yang tidak berat,” ujar Ikhsan di Jakarta.
Menurut Ikhsan, UU Ciptaker sudah mengakomodir 3 kebutuhan penting pelaku UMKM yang selama ini kerap menjadi penghalang untuk tumbuh. Pertama, akomodasi berupa kemudahan mendapat izin berusaha. UU Ciptaker membuat pengurusan izin usaha bagi UMKM hanya melalui pendaftaran di Online Single Submission (OSS). Dengan bermodal KTP dan NPWP, pengusaha mikro dan kecil sudah bisa mendapat Nomor Induk Berusaha (NIB).
“Dengan izin berusaha itu, kami bisa terhubung dengan berbagai macam fasilitas seperti peluang pendanaan dari perbankan, lembaga non-perbankan, dan akses fasilitas pembinaan pemerintah serta pihak lain,” ujarnya.
Kedua, UU Ciptaker membebaskan biaya pengurusan sertifikasi halal untuk usaha mikro dan kecil. Insentif ini bisa membuat produk-produk UMK, terutama yang berbentuk makanan dan minuman, lebih memiliki daya saing di pasar.
Ketiga, beleid tersebut mengakomodir kebutuhan UMK agar terhubung dengan industri atau perusahaan besar. Pemerintah akan memberi insentif kepada Usaha Menengah dan Besar yang melakukan kemitraan dengan Koperasi atau UMK melalui inovasi, pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta penyelenggaraan pendidikan/pelatihan.
Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinni berkata segala kemudahan dan dukungan bagi pengusaha mikro dan kecil di UU Ciptaker harus diawasi benar-benar implementasinya. Hermawati berharap ke depannya ada langkah pembinaan UMKM yang terkonsolidasi agar sinergi pengusaha mikro dan kecil dengan industri besar semakin besar.
“Sekarang sudah banyak aturan bisa dipangkas sehingga UMKM bisa naik kelas, dan BKPM atau pemangku kepentingan lain harus bisa membina UMKM agar benar-benar bersinergi dengan perusahaan besar,” ujar Hermawati.
Akumandiri juga berharap ada kemudahan syarat dan peluang bagi UMKM untuk mengakses pinjaman permodalan ke bank serta lembaga keuangan lain. Menurutnya, jika kemudahan ini makin diperbanyak, jumlah pengusaha mikro dan kecil yang berpeluang naik kelas juga akan membesar.
“Harusnya misal urusan BI Checking, selama ini selalu jadi penyebab pinjaman yang diajukan calon debitur tidak bisa dipenuhi. Kemudian mereka jadi unbankable. Kami harap nantinya syarat ini bisa diabaikan, paling tidak penilaian kredit tak bisa diberikan hanya untuk calon debitur yang punya catatan kredit macet saja,” ujarnya.
Peluang UMK untuk tumbuh pesat dan lebih mudah naik kelas sebelumnya disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dia menyebut, sebelum UU Ciptaker terbit izin pendirian dan usaha UMK bisa mencapai Rp7 juta. Akan tetapi, kehadiran omnibus law ini membuat perizinan UMK cukup hanya selembar.
“Dengan undang-undang ini, UMKM cukup dengan satu lembar, biayanya juga sangat murah sekali. Kemudian akses perbankan dia akan dapat,” ujar Bahlil dalam Debat Terbuka dengan Aktivis Mahasiswa Cipayung Plus, Rabu (4/11).
Terpisah, hal senada juga disampaikan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Dia berkata, UU Ciptaker memperbesar peluang UMK bertransformasi dari informal menjadi formal. Perubahan ini penting untuk membuat lebih banyak lagi usaha mikro dan kecil naik kelas, dan ujungnya berdampak pada terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas bagi masyarakat.
“Kami berharap bahwa membangun UMKM dan koperasi yang berbasis rantai pasok lewat mendorong kemitraan dengan pelaku usaha besar. Saya kira ini sangat penting bagaimana misalnya industri otomotif di Jepang terintegrasi dengan UMKM yang memproduksi suku cadang mereka,” ujar Teten beberapa waktu lalu.
No Comments