BRIEF.ID – Peneliti Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Michael Suryaprawira mengungkapkan, sektor energi nasional masih berada pada posisi cukup kompleks.
Saat ini, Indonesia masih mengimpor listrik dari Malaysia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Kalimantan Barat.
“Sektor energi kita masih berada pada posisi kompleks. Kita masih mengimpor listrik dari Malaysia,” kata Michael pada talkshow bertema “Reformasi Sektor Energi dan Mineral untuk Mendukung Keberlanjutan Sumber Daya Alam,” di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, pada Rabu (11/9/2024).
Pembicara lainnya adalah Massita Ayu Cindy, Akhmad Hanan, dan Felicia Grace yang juga peneliti pada PYC.
Talkshow yang dibuka Ketua Umum PYC, Filda Citra Yusgiantoro PhD, merupakan bagian dari rangkaian Pekan Standar Lingkungan Hidup & Kehutanan (PeSTA) Tahun 2024 yang diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia yang berlangsung pada 10-12 September 2024.
Michael mengatakan, saat ini faktanya adalah Indonesia membeli listrik dari Malaysia, yang pembangkitnya menggunakan tenaga air.
“Untuk mendukung ketahanan energi di Kalimantan Barat, kita harus menambah pasokan dari Malaysia. Ini sangat miris, karena kita sangat banyak potensi energi yang ramah lingkungan, tapi kita tidak bisa memanfaatkannya,” kata Michael.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, pada tahun 2023, Indonesia mengimpor listrik dari Malaysia sebesar 892,91 giga watt hour (GWh). Jumlah ini meningkat 11,98% dari tahun 2022 yang mencapai 797,38 GWh.
Pasokan listrik dari Malaysia berasal dari Sarawak Electricity Supply Corporation (SESCO), anak usaha Sarawak Energy Berhad. Harga listrik dari SESCO lebih murah dibandingkan suplai dari Kalimantan Barat, yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) jenis high speed diesel (HSD).
No Comments