BRIEF.ID – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan adanya upaya lobi dari sejumlah pihak, termasuk pejabat yang memintanya memaafkan kasus pengamat terkait proyek fiktif yang merugikan negara senilai Rp 5 miliar di Kementerian Pertanian (Kementan).
“Banyak yang melobi. Banyak yang melobi. Pejabat ada yang melobi saya. Mengatakan tolong dimaafkan kasus pengamat diduga terlibat proyek fiktif. Nggak akan memaafkan. Saya membela rakyat kecil,” kata Mentan di Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Mentan menegaskan, penolakan terhadap permintaan tersebut karena menurutnya kasus itu menyangkut kepentingan rakyat, bukan hanya urusan pribadi yang bisa diselesaikan melalui pengampunan tanpa pertanggungjawaban.
“Dan, ada yang melobi saya untuk dimaafkan. Nggak, Itu atas nama rakyat. Bukan atas nama menteri. Nggak. Saya katakan nggak dimaafkan,” ujar Mentan.
Ia mengaku menerima banyak tekanan agar bersikap lunak, namun memilih tetap berpihak pada kepentingan petani dan masyarakat kecil yang dirugikan oleh perbuatan tidak bertanggung jawab dalam proyek fiktif. Tindakan menolak upaya lobi itu merupakan bentuk keberpihakan nyata kepada rakyat dan sebagai tanggung jawab moral untuk tidak membiarkan pelaku penyimpangan bebas dari konsekuensi hukum.
Mentan mengaku siap menerima segala risiko dari penolakan terhadap lobi tersebut, karena baginya yang diperjuangkan adalah keadilan bagi petani dan kepentingan bangsa secara keseluruhan.
“Kalau memang harus ada risikonya, aku yang terima. Tapi kami sudah siap segala sesuatu risikonya demi rakyat Indonesia, demi petani Indonesia,” ucapnya.
Menurutnya, drama dan kepura-puraan dalam birokrasi akan dipertanggungjawabkan, sehingga pejabat harus berani bersikap jujur dan membela kebenaran tanpa kompromi.
“Jangan dizalimi. Jangan kita berpura-pura berdrama, penuh drama. Itu nanti dipertanggungjawabkan semua,” tuturnya.
Menurut Mentan, pengamat yang dimaksud bukanlah sosok asing di lingkungan Kementan. Kendati demikian, dia tidak menyebutkan inisial serta tahun pelaksanaan proyek dari pengamat itu.
Hanya saja disebutkan, pengamat itu merupakan seorang guru besar dari perguruan tinggi ternama yang pernah memperoleh sejumlah proyek di Kementerian Pertanian. Namun, berdasarkan hasil audit internal, ditemukan 23 pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa.
“Barang yang diadakan tidak digunakan. Banyak proyek yang fiktif dan tidak sesuai kontrak. Setelah saya menjabat kembali, tidak ada lagi ruang untuk praktik korupsi. Karena itulah, dia mulai melancarkan kritik yang tendensius dan tidak berdasar,” ungkapnya. (Ant/nov)