BRIEF.ID – Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI)) diprediksi masih berlanjut pada pekan ini. IHSG bahkan berpotensi melemah ke level 5.692.
Hal itu, disampaikan pengamat pasar modal, Edhi Pranasidhi, dalam market outlook pekan ini, yang dirilis Senin (24/3/2025).
Menurut Edhi, pelemahan IHSG akan berlanjut seiring aksi jual saham yang masih dilancarkan investor asing pada pekan ini.
Selain faktor global terkait rilis data indeks manufaktur dari sejumlah negara, sentimen pelaku pasar terhadap saham-saham di Indonesia juga dipengaruhi penilaian Morgan Stanley terhadap harga saham di BEI.
Edi menilai, turunnya indeks bobot berinvestasi Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari 2,2% menjadi 1,5% terhadap saham-saham Indonesia menjadi salah satu faktor utama penurunan IHSG sejak awal tahun.
Penurunan bobot investasi saham Indonesia yang dirilis MSCI didasarkan pada:
1. Likuiditas dan kapitalisasi pasar yang kurang kompetitif
2. Penurunan kinerja saham blue chip
3. Minimnya IPO berskala jumbo
4. Valuasi pasar yang kurang menari
5. Stabilitas makro ekonomi dan regulasi yang kurang kondusif dan tidak pro-investasi (ini sudah TPL bahas dalam market outlook beberapa minggu sebelumnya).
Edi mengungkapkan, penurunan bobot sebanyak 0,7% itu jika dihitung secara persentase, maka nilai investasi terkoreksi sebanyak 28%.
“Jika diterjemahkan ke dalam penurunan IHSG dari harga tertingginya, maka IHSG berpotensi menyentuh angka 5.692,” kata Edhi.
Dia berharap penurunan IHSG sampai level 5.692 hanya secara teoritis, mengingat IHSG sudah kembali masuk tren “bear market” atau bearish karena sudah turun lebih dari 20% dari level tertingginya.
Dengan tinggal menyisakan empat sesi perdagangan menjelang libur Idul Fitri dari tanggal 28 Maret sampai 7 April 2025, lanjut Edhi, likuiditas tampaknya akan semakin menipis dan membuat pergerakan IHSG terbatas.
“Hari ini IHSG diperkirakan bergerak menguat namun tetap sangat rentan terhadap aksi jual pemodal asing yang sejak awal tahun sudah melakukan aksi jual sebanyak Rp33,17 triliun,” ujar Edhi.
Di sisi lain, Edhi menilai “bull market” atau bullish terjadi jika harga atau indeks naik diatas 20% dari level terendahnya, seiring potensi recovery (biasanya kenaikan dalam beberapa hari) atau rebound (kenaikan dari harga terendah dalam sehari atau intraday).
Terkait dengan itu, Edhi mengimbau pelaku pasar untuk tetap menabung saham secara gradual untuk berinvestasi selama 9 sampai 12 bulan, dengan memanfaatkan momentum kejatuhan saham-saham unggulan dengan fundamental yang solid.
Apalagi beberapa perusahaan plat merah diperkirakan dan terdeteksi sudah mulai melakukan share buyback sesudah OJK memberikan lampu hijau untuk melakukannya tanpa persetujuan RUPS (Rappat Umum Pemegang Saham).
Rupiah dan Emas
Sementara itu, nilai tukar (kurs) rupiah pekan ini juga berpotensi menguat, setelah berada pada level terendah sepanjang masa yakni Rp16.575 per dolar AS pada pekan lalu. Berdasarkan data transaksi di pasar spot hari ini, kurs rupiah dibuka menguat ke level Rp16.498 per dolar AS.
Selain ditopang intervensi pemerintah melalui Bank Indonesia, sentimen penguatan rupiah juga datang dari potensi masuknya kembali pemodal asing ke pasar Surat Berharga Negara (SBN).
“Ada potensi modal asing kembali masuk karena belum terlihat gejala pemodal asing yang melakukan aksi jual sejak awal tahun sudah menkonversikan rupiahnya ke dolar secara masif,” ungkap Edhi.
Sementara harga emas masih pada tren menguat, meskipun harga emas dunia pada perdagangan hari ini berada di level US$3.025 per troy ounce atau di bawah level tertingginya sepanjang sejarah, yakni US$3.057 per troy ounce.
Sementara harga batubara untuk pengiriman 25 April 2025 turun ke 100,95 dolar AS per metrik ton dari 101,10 dolar AS per metrik ton. Perdagangan fisik batubara diperkirakan akan terdisrupsi setelah Tump mengusulkan untuk menaikkan tarif transportasi perkapalan.
Berikut rekomendasi saham pilihan pekan ini:
– UNVR: Rp1.250 hingga Rp1.390 (BUY)
Harga saham UNVR sudah terkoreksi 62% dari level tertinginya dalam 52 minggu terakhir di Rp3.390. Harga saat ini menawarkan kesempatan untuk berinvestasi dalam jangka menengah enam sampai 12 bulan untuk return diatas 15%.
Laba bersih UNVR untuk setahun penuh 2024 tercatat pada angka 3,36 triliun rupiah dengan rasio PER 14,78X EPS 2024 atau terendah dalam 10 tahun terakhir.
– BBNI: Rp3.720 hingga Rp4.240 (Buy on Weakness/BOW)
Harga saham BBNI sudah terkoreksi 37% dari level tertinginya dalam 52 minggu terakhir di Rp5.975. Harga saat ini menawarkan kesempatan untuk berinvestasi dalam jangka menengah enam sampai 12 bulan untuk return diatas 10%.
Laba bersih BBNI untuk setahun penuh 2024 tercatat pada angka Rp1,46 triliun atau rekor tertinggi sepanjang masa dengan rasio PER hanya 7X EPS 2024, yang merupakan terendah sepanjang masa, atau masih mempunyai ruang kenaikan yang signifikan.
– BRIS: Rp2.010 hingga Rp2.340 (BUY)
Harga saham BRIS sudah terkoreksi 38% dari level tertinginya dalam 52 minggu terakhir di 3.350 rupiah. Harga saat ini menawarkan kesempatan untuk berinvestasi dalam jangka menengah enam sampai 12 bulan untuk return diatas 18%.
Laba bersih BRIS untuk setahun penuh 2024 tercatat pada angka Rp7,0 triliun atau rekor tertinggi sepanjang masa dengan rasio PER 14,2X EPS 2024 atau masih mempunyai ruang kenaikan yang signifikan.
– AADI: Rp6.500 hingga Rp7.600 (BOW)
Harga saham AADI sudah terkoreksi 40% dari level tertinginya dalam 52 minggu terakhir di Rp11.375. Harga saat ini menawarkan kesempatan untuk berinvestasi dalam jangka menengah enam sampai 12 bulan untuk return diatas 10%.
Laba bersih AADI untuk setahun penuh pada 2024 tercatat di angka Rp19,6 triliun atau rekor tertinggi sepanjang masa dengan rasio PER hanya 2,71X EPS 2024 atau masih mempunyai ruang kenaikan yang signifikan.
– ADRO: Rp1.740 hingga Rp2.200 (BOW)
Harga saham ADRO sudah terkoreksi 58% dari level tertinginya dalam 52 minggu terakhir di Rp4.300. Harga saat ini menawarkan kesempatan untuk berinvestasi dalam jangka menengah enam sampai 12 bulan untuk return diatas 15%.
Laba bersih ADRO untuk setahun penuh 2024 tercatat pada angka 22,4 triliun rupiah dengan rasio PER nya 2,4X EPS 2024 atau terendah dibandingkan perusahaan sejenis didunia.
– TLKM: Rp2.260 hingga Rp2.560 (BUY)
Harga saham TLKM sudah terkoreksi 44,7% dari level tertinginya dalam 52 minggu terakhir di Rp3.960. Harga saat ini menawarkan kesempatan untuk berinvestasi dalam jangka menengah enam sampai 12 bulan untuk return diatas 10%.
Laba bersih TLKM untuk setahun penuh 2024 diperkirakan tercatat pada angka Rp23,7 triliun dengan rasio PER saat ini pada 10X EPS 2024 atau terendah sejak 2018. (jea)