BRIEF.ID – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte telah meninggalkan Manila dengan pesawat menuju Den Haag, Belanda, beberapa jam setelah ia menerima surat perintah penangkapan dari pengadilan pidana internasional atas pembunuhan yang diakibatkan oleh “perang melawan narkoba” yang digagasnya.
Duterte akan menghadapi dakwaan kejahatan kemanusiaan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait “perang melawan narkoba” yang menurut kelompok hak asasi manusia telah menewaskan 30.000 orang
Presiden Ferdinand Marcos Jr mengatakan dalam konferensi pers bahwa pesawat yang membawa Duterte lepas landas, pada Selasa (11/3/2025), pukul 11.03 malam waktu setempat.
“Pesawat itu sedang dalam perjalanan ke Den Haag, Belanda, yang memungkinkan mantan presiden itu menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait perang berdarahnya melawan narkoba,” katanya dikutip dari The Guardian, Rabu (12/3/2025).
Sementara itu, Putri bungsu Duterte, Veronica Duterte, mengatakan di media sosial bahwa pesawat itu telah digunakan untuk “menculik” ayahnya.
Mantan pemimpin itu, yang akan berusia 80 tahun bulan ini, dituduh oleh jaksa ICC atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan keras anti-narkobanya, yang menewaskan sebanyak 30.000 orang. Sebagian besar korban adalah pria di daerah perkotaan miskin yang ditembak mati di jalan.
Duterte ditangkap pada Selasa (11/3/2025) pagi di Bandara Internasional Manila setibanya dari Hong Kong. “Pagi-pagi sekali, Interpol Manila menerima salinan resmi surat perintah penangkapan dari ICC,” kata istana presiden dalam sebuah pernyataan. “Sampai saat ini, dia berada dalam tahanan pihak berwenang.”
Video yang dibagikan secara daring menunjukkan mantan pemimpin itu berjalan dengan tongkat dan dibantu menaiki tangga pesawat, dikelilingi oleh petugas keamanan. Pengacaranya, Martin Delgra, mengatakan kepada media lokal bahwa pesawat itu akan menuju Den Haag, tempat ICC bermarkas, meskipun hal ini belum dikonfirmasi oleh para pejabat hingga Marcos berbicara setelah keberangkatannya.
Marcos, yang sebelumnya bersekutu dengan putri sulung Duterte, Sara, wakil presiden negara itu, menolak bekerja sama dengan penyelidikan ICC. Namun, pendiriannya berubah setelah kedua keluarga itu terlibat dalam perseteruan. (nov)