BRIEF.ID – Krisis politik Korea Selatan (Korsel) tak kunjung surut dan memasuki babak baru setelah Pejabat Presiden, Han Duck Soo, dimakzulkan oleh Majelis Nasional.
Keputusan tersebut dilakukan dalam sidang Majelis Nasional pada Jumat (27/12/2024), dengan seluruh anggota yang berjumlah 192 orang hadir dan memberikan persetujuan pemakzulan Han Duck Soo.
Pemakzulan Han Duck Soo terjadi hanya berselang 13 hari, setelah Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, dimakzulkan pada 14 Desember 2024. Han Duck Soo yang menduduki posisi Perdana Menteri Korsel kemudian menjadi pejabat presiden menggantikan Yoon Suk Yeol.
Pemakzulan Han Duck Soo menandai situasi krisis politik, yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah konstitusional Korsel, di mana baik presiden maupun penjabat presiden dimakzulkan.
Oposisi utama, yakni Partai Demokrat (DP), yang memegang 170 dari 300 kursi di Majelis Nasional, mengajukan mosi pemakzulan terhadap Han Duck Soo.
Langkah ini menyusul penolakan Han Duck Soo untuk menunjuk hakim tambahan ke Mahkamah Konstitusi, yang akan memimpin persidangan pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.
Dalam mosi pemakzulan, Partai Demokrat mencantumkan 5 alasan, antara lain tentang peran Han Duck Soo dibalik keputusan Presiden Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan darurat militer.
Selain itu, Han Duck Soo juga menolak menyetujui dua rancangan undang-undang penasihat khusus yang ditujukan untuk menyelidiki Presiden Yoon dan Ibu Negara Kim Keon Hee.
Setelah mosi pemakzulan disahkan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Ekonomi dan Keuangan, Choi Sang Mok, akan mengambil peran sebagai penjabat presiden.
Sebelum pemungutan suara, Ketua Majelis Nasional Woo Won Shik, anggota Partai Demokrat Korea, menyampaikan pidato di hadapan majelis, dengan menyatakan sesuai dengan Pasal 65, Klausul 2 Konstitusi, mosi ini akan diputuskan dengan suara mayoritas dari anggota saat ini.
Menurut dia, Pasal 65, Klausul 2 Konstitusi menetapkan bahwa pemakzulan perdana menteri atau anggota kabinet lainnya memerlukan mayoritas anggota parlemen terdaftar (151 suara), sedangkan pemakzulan presiden memerlukan mayoritas dua pertiga (200 suara).
Ketua DPR Woo sejalan dengan interpretasi Partai Demokrat untuk menerapkan aturan mayoritas terkait pemakzulan perdana menteri sekaligus pejabat Presiden, Han Duck Soo.
Dia menyampaikan, Ketua DPR memiliki kewenangan berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Majelis Nasional untuk menyelenggarakan proses parlementer.
“Setelah meninjau pendapat dari para ahli konstitusi dan kantor penelitian legislatif Majelis Nasional, saya menetapkan kuorum untuk usulan ini,” kata Woo, seperti dikutip Allkpok, Sabtu (28/12/2024).
Pasal 10 Undang-Undang Majelis Nasional memberikan wewenang kepada Ketua DPR untuk mewakili majelis, menyelenggarakan proses, menjaga ketertiban, dan mengawasi operasinya.
Pernyataan Woo secara efektif menegaskan kewenangannya untuk menafsirkan persyaratan prosedural di tengah perselisihan yang sedang berlangsung mengenai kuorum.
Sebaliknya, Partai Kekuatan Rakyat (PPP) berpendapat bahwa aturan mayoritas dua pertiga untuk pemakzulan presiden juga harus berlaku untuk penjabat presiden.
Anggota PPP memboikot pemungutan suara, menghadiri sidang hanya untuk memprotes Ketua DPR Woo dengan meneriakkan frasa seperti “Batal dan tidak sah” dan “Mundur sebagai Ketua DPR” sebelum keluar.
PPP mengumumkan rencana untuk menentang keputusan tersebut dengan mengajukan petisi konstitusional ke Mahkamah Konstitusi dan meminta penangguhan pelaksanaan untuk menghentikan berlakunya mosi tersebut.
PPP juga mengkritik keputusan Ketua DPR Woo untuk menerapkan aturan mayoritas sederhana, dengan menyatakan bahwa hal itu melanggar norma konstitusional.