BRIEF.ID – Setelah operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi atau OTT KPK di Bengkulu, penyidik KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sebagai tersangka pemerasan dan gratifikasi dari sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Pemerasan dan gratifikasi disebut untuk pemenangan Rohidin pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bengkulu 2024, yang akan digelar 27 November 2024.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam jumpa pers, pada Minggu (24/11/2024), di Jakarta, menyampaikan, penyidik KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Mereka adalah Rohidin Mersyah (RM) selaku Gubernur Bengkulu, Isnan Fajri I(F) selaku Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, dan Evriansyah (EV) alias Anca (AC) selaku ajudan Gubernur Bengkulu.
“Perkara ini sudah dilakukan ekspos tadi sore setelah para terduga pelaku datang ke KPK. Ekspose dihadiri 3 pimpinan, saya, Pak Nawawi, dan Pak Johanis Tanak. Dan berdasarkan kecukupan alat bukti, kami sepakat untuk menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan,” kata Alexander.
Menurut Alexander, penyelidikan kasus tersebut sudah dimulai pada Mei 2024 berdasarkan informasi tentang adanya mobilisasi dukungan anggaran dari sejumlah kepala dinas terkait dengan rencana keikutsertaan Rohidin dalam Pilkada 2024.
Kemudian pada Jumat (22/11/2024), KPK mendapatkan informasi tentang rencana penerimaan sejumlah uang kepada Rohidin melalui Isnan Fajri dan Evriansyah. Berbekal informasi itu, pada Sabtu (23/11/2024), penyidik KPK menuju Bengkulu dan menangkap sejumlah orang.
Mereka adalah Syarifudin (SR) selaku Kepala Dinas (Kadis) Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Syafriandi (SF) selaku Kadis Kelautan dan Perikanan; Saidirman (SD) selaku Kadis Pendidikan dan Kebudayaan; Ferry Ernest Parera (FEP) selaku Kepala Biro (Kabiro) Pemerintahan dan Kesra; Isnan Fajri; Tejo Suroso (TS) selaku Kadis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang; Rohidin Mersyah; serta Evriansyah (EV).
Dalam OTT KPK itu, penyidik mengamankan barang bukti, yakni catatan penerimaan dan penyaluran uang Rp 32,5 juta di mobil milik Saidirman, catatan penerimaan dan penyaluran Rp 120 juta di rumah Ferry, uang tunai sebesar Rp 370 di mobil milik Rohidin, serta catatan penerimaan dan penyaluran uang tunai Rp 6,5 miliar dalam mata uang rupiah, dollar AS dan dollar Singapura di rumah dan mobil Evriansyah.
“Sehingga total uang yang diamankan adalah Rp 7 miliar dalam mata uang rupiah, dollar AS, dan dollar Singapura,” kata Alexander.
Namun, dari delapan orang yang ditangkap, hanya tiga yang ditetapkan tersangka karena KPK menjerat dengan pasal pemerasan dan gratifikasi, yakni Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan pasal pemerasan itu, hanya yang diduga memeras yang dijadikan tersangka. KPK selanjutnya menahan ketiga tersangka untuk 20 hari ke depan, yakni mulai hari ini sampai 13 desember 2024.
Berdasarkan hasil penyidikan sementara, Alexander membeberkan, dugaan pemerasan berawal dari permintaan Rohidin kepada Isnan Fajri terkait kebutuhan dana dan penanggung jawab wilayah dalam rangka Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bengkulu 2024. Kemudian antara September sampai Oktober 2024, Isnan mengumpulkan seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD) dan kepala biro di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.
Selanjutnya, Syafriandi menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta kepada Rohidin melalui Evriansyah agar tidak dibebastugaskan dari jabatan Kadis Kelautan dan Perikanan. Sementara, Tejo Suroso selaku Kadis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang mengumpulkan uang Rp 500 juta yang berasal dari potongan anggaran alat tulis kantor (ATK), potongan surat perintah perjalanan dinas (SPPD), dan potongan tunjangan pegawai.
“Terkait hal tersebut, RM pernah mengingatkan TS, apabila RM tidak terpilih lagi sebagai gubernur, maka TS akan diganti,” kata Alexander. (Kompas.id/nov)