BRIEF.ID – Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan) Helda Risman mengungkapkan, ketersediaan bahan baku tetes tebu untuk memproduksi bioetanol di Indonesia belum memadai. Saat ini, ketersediaannya hanya sebesar 1,7 juta ton per tahun.
Kondisi ini jauh berbeda dengan bahan baku biodiesel dari minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang mencapai 50 juta ton per tahun.
“Patut disayangkan, pengembangan bioetanol belum disertai regulasi terkait Domestic Market Obligation (DMO) dan mekanisme penghimpunan dana sebagaimana terjadi pada biodiesel,” kata Helda saat menjadi pembicara pada The Ensight bertajuk ”Bioetanol dan Dampaknya terhadap Ketahanan Energi Nasional” yang diselenggarakan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) di Jakarta, Sabtu (7/12/2024).
Diskusi yang dibuka Ketua Umum PYC, Filda Citra Yusgiantoro PhD juga menghadirkan pembicara, yaitu Koordinator Program Studi Energi dan Lingkungan Berkelanjutan Swiss German University Evita Legowo serta Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis di PT Pertamina Power Indonesia (NRE) Fadli Rahman.
Helda menuturkan, saat ini bioetanol fuel grade baru dapat diproduksi di empat pabrik, yakni PT Energi Agro Nusantara (Enero) sebesar 30.000 kiloliter per tahun dan PT Molindo Raya Industrial 10.000 kl per tahun, PT Madu Baru 3.000 kl per tahun di Yogyakarta, serta PT Indonesia Ethanol Industry 20.000 kl per tahun di Lampung.
Disebutkan, bahan baku tetes tebu yang digunakan untuk memproduksi bioetanol, hanya sebesar 1,7 juta ton per tahun. Jumlah itu berbeda dengan bahan baku biodiesel, dari minyak sawit mentah (CPO) yang sebanyak sekitar 50 juta ton per tahun.
Selain itu, kata dia, bioetanol belum ada regulasi terkait Domestic Market Obligation dan mekanisme penghimpunan dana sebagaimana terjadi pada biodiesel. Padahal, bioetanol juga memegang peran strategis seperti mereduksi emisi karbon, mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak (gasolin), membuka lapangan kerja sekitar 60.000 orang.
”Diperlukan pengembangan industri bioetanol nasional dengan penyerapan surplus bahan baku molases dan bahan baku lainnya. Diversifikasi bahan baku (bioetanol) seperti jagung, sorgum, dan kelapa sawit menjadi penting. Peran strategis bioetanol meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi paralel,” kata Helda. (nov)