BRIEF.ID – Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan dan Moderasi Beragama Ishfah Abidal Aziz mengimbau masyarakat tidak menggunakan visa ziarah saat melaksanakan ibadah haji.
“Visa yang diakui Pemerintah Arab Saudi dan diakui berdasarkan Undang Undang di Indonesia, untuk menjalankan ibadah haji, visanya harus haji. Visa dalam bentuk lain tidak bisa, dan kalau memaksa digunakan terlalu berisiko,” kata Ishfah di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Ia berharap umat muslim Indonesia memperhatikan benar penggunaan visa, jangan sampai menggunakan asal visa agar bisa berangkat. Harus dicek visa haji atau ziarah.
Dalam penyelenggaraan haji, lanjutnya, ada jemaah yang mendapatkan visa resmi melalui pemerintah Arab Saudi atau dikenal dengan visa mujamalah. Mujamalah merupakan visa yang diberikan pemerintah Arab Saudi pada konteks membangun diplomasi atau hubungan baik antar dua negara, visa ini juga mengakomodasi penyelenggaraan haji.
“Jika visanya haji, silakan berangkat, tentu melalui proses haji khusus atau reguler atau melalui mujamalah tadi. Kalau visanya diluar itu, terlalu beresiko,” kata Ishfah.
Disebutkan, apabila calon jemaah haji nekat menggunakan visa ziarah, maka akan dihadapkan pada risiko terbesar, yakni dideportasi.
“Resiko terbesar adalah dideportasi,” tegas dia.
Selain itu, pelaksanaan haji mensyaratkan tasreh untuk masuk ke Arafah. “Tentu ini risiko besar, padahal haji di Arafah, yaitu wukuf di Arafah. Untuk memitigasi risiko ini, jemaah kita minta untuk menggunakan visa haji melalui jemaah haji reguler, jemaah haji khusus, atau visa mujamalah. Semua visanya adalah haji,” kata dia.