BRIEF.ID – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyatakan pemerintah harus memperkuat 3 sektor padat karya utama, untuk menjaga penyerapan tenaga kerja dan daya beli masyarakat.
Hal itu, tertuang dalam Trade and Industry Brief LPEM FEB UI tertanggal 2 Juni 2025, bertajuk “Menjaga Sektor Padat Karya: melindungi Kesempatan Kerja dan Daya Beli Masyarakat”, yang melibatkan 5 peneliti, yakni Mohamad Dian Revindo, Andreas Alfonsus Sahat Angelo Saragih, Amardita Nur Fathia, Dhaniel Ilyas, dan Nanda Puspita.
Adapun ketiga sektor padat karya utama yang dimaksud LPEM FEB UI adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Pasalnya, ketiga sektor tersebut terbukti banyak menyerap tenaga kerja dan menjaga daya beli masyarakat, sehingga dapat diandalkan sebagai kekuatan ekonomi Indonesia.
Dijelaskan, LPEM FEB UI melakukan penelitian yang fokus pada dua tantangan yang dihadapi pemerintah. Pertama menciptakan kesempatan kerja berkualitas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing global danmengoptimalkan angkatan kerja terdidik nasional.
Kedua, menjaga dan menciptakan kesempatan kerja yang dapat menampung angkatan kerja dalam jumlah besar dan dengan tingkat pendidikan rendah-menengah untuk menekan angka kemiskinan dan menjaga daya beli masyarakat
Hal itu, dilatarbelakangi fakta bahwa memasuki Tahun 2025, Indonesia menunjukkan gejala perlambatan ekonomi, yang diakibatkan oleh tergerusnya daya beli,menyusutnya kelas menengah dan menurunnya produktivitas sektoral, yang juga tercermin dalam dinamika industri dan ketenagakerjaan.
Sementara sektor industri manufaktur yang menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja juga menghadapi tantangan deindustrialisasiprematur, yakni kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja menurun, serta produktivitas stagnan.
Terkait dengan itu, penelitian LPEM FEB UI difokuskan ntuk mengidentifikasi sektor spesifik yang harus menjadi fokus pemerintah untuk menjaga kesempatan kerja dalam jumlah besar dan inklusif terhadap tingkat pendidikan rendah-menengah, yang pada gilirannya dapat menjaga daya beli dan penerimaan negara dalam jangka pendek, serta pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah-panjang.
LPEM FEB UI menyoroti perluasan proyek strategis nasional untuk sektor ekonomi padat karya, di mana pemerintah telah menetapkan tekstil dan produk tekstil untuk menjadi ProyekStrategis Nasional (PSN) yang akan memberikan insentif fiscal dan non-fiskal serta kemudahan investasi.
Insentif serupa telah diberikan oleh Vietnam dan Bangladesh, dimana industri garmen dan tekstil mendapat intensif bebas pajak, yang ampuh menggairahkan investasi brand besar dunia yang membuka pabrik-pabrik dan berpoduksi, sehingga menyerap banyak tenaga kerja, dan menggairahkan ekonomi.
Meski demikian, LPEM FEB UI menilai insentif pemerintah Indonesia sebaiknya jangan terfokus pada tekstil dan produk tekstil, tetapi diperluas ke sektor padat karya lain dengan menggunakan pemetaan sektor mana saja yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan menjaga daya beli masyarakat.
Berdasarkan data BPS, penyerapan dan proporsi tenaga kerja berdasarkan sektor dan tingkat pendidikan, menunjukkan sekitar 75,2% tenaga kerja (108,8 juta orang) terkonsentrasi di lima sektor ekonomi, yakni:
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2. Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor.
3. Industri Pengolahan
4. Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makanan-Minuman
5. Konstruksi
Dari 5 sektor tersebut, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan paling banyak menyerap tenaga kerja (40,76 juta orang), dengan proporsi terbesar lulusan SLTP ke bawah sebesar 80,2%.
Hasil penelitian LPEM FEB UI juga menunjukkan bahwa ada 20 dari 185 sektor ekonomi yang memiliki pengganda penciptaan kesempatan kerja tertinggi di sepanjang rantai produksinya.
Sebagai informasi, pengganda tenaga kerja adalah jumlah total tenaga kerja yang tercipta pada seluruh rantai produksi, ketika tercipta satu orang tenaga kerja pada suatu sektor ekonomi. Penciptaankesempatan kerja pada suatu sektor ekonomi akan diiringi dengan penciptaan kesempatan kerja lain di sektor-sektor hulu pemasoknya.
Adapun pada 20 sektor yang memiliki pengganda penciptaan kesempatan kerja tertinggi, jika terjadi penambahan satu tenaga kerja pada sektor tersebut akan diiringi dengan kebutuhan tenaga kerja empat orang atau lebih di seluruh rantai produksinya,

LPEM FEB UI pun menemukan bahwa sektor ekonomi dengan pengganda tenaga kerja tertinggi umumnya terdapat di industri pengolahan produk pertanian (agroindustri).
Selain itu, terdapat 23 (dari 185) sektor ekonomi yang mampu menciptakan kesempatan kerja dengan biaya terendah dari setiap tambahan output ekonomi, baik konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, maupun ekspor.
Adapun untuk penambahan output ekonomi sebesar Rp1 miliar akan menciptakan kesempatan kerja untuk 15 orang atau lebih di ke-23 sektor tersebut. Lagi-lagi, penciptaan kesempatan kerja pada 23 sektor tersebutt, lebih didominasi aktivitas pertanian, kehutanan dan perikanan.
Untuk penyerapan tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha dan tingkat pendidikan, LPEM FEB UI menyatakan terdapat 19 (dari 1461) lapangan usaha dengan serapan tenaga kerja lebih besar dari 1 juta orang
“Penyerapan tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha dan tingkat pendidikan umumnya berada pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Pada sektor ini juga ditemui proporsi tertinggi pekerja lulusan SLTP ke bawah,” bunyi laporan LPEM FEB UI, dikutip Selasa (10/6/2025).
Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tersebut, secara khusus didominasi inbrida, karet, jagung, kelapa sawit, sapi potong, tanaman untuk bahan minuman, umbi palawija, hortikultura sayuran daun, dan kambing potong.
Strategi dan Kebijakan Industri
Terkait dengan hasil penelitian tersebut, LPEM FEB UI mengungkapkan strategi dan kebijakan industri, yang harus dioptimalkan pemerintah untuk 3 sektor utama, khususnya pertanian dengan mendorong pengembangan industri pengolahan produk pertanian (agroindustri).
Dari aspek infrastruktur, diperlukan kawasan pengolahan hasil pertanian yang terintegrasi dengan fasilitas penyimpanan, jalan, pasokan air, listrik, termasuk infrastruktur pedesaan (transportasi, listrik) untuk memfasilitasi pergerakan input dan hasil panen
Sedangkan dari skses keuangan dan dan dukungan fiskal dapat diberikan dalam bentuk:
– insentif untuk aktivitas pengolahan pertanian baru,
– pinjaman lunak, jaminan kredit, dan hibah untuk perusahaan pertanian rintisan dan pengolah skala kecil
– subsidi alat dan mesin dan pertanian maupun pengolah hasilpertanian
Dari aspek penelitian, teknologi pasca panen, pengawetan, dan inovasi pengolahan hasil panen harus ditingkatkan, serta kolaborasi antara Lembaga pendidikan pertanian, pusat penelitian, dan pemangku kepentingan industri perlu diperluas.
Sementara dari aspek pengembangan keterampilan dan pelatihan, perlu dilakukan program pelatihan tentang keamanan pangan, pengemasan, pengendalian mutu, dan kewirausahaan. Adapun pusat pelatihan kejuruan di dekat wilayah pertanian utama.
Untuk aspek standar regulasi dan kualitas, penyederhanaan prosedur perizinan dan regulasi bagi pengolah produk pertanian; Mendorongkepatuhan terhadap standar keamanan pangan dan ekspor internasional.
Sedangkan untuk akses pasar dan promosi ekspor, perlu perluasan pameran dagang dan platform digital, insentif bagi unit-unit pengolahan hasilpertanian yang berorientasi ekspor; serta mendorong penguatan merek dan sertifikasi (misalnya produk organik, fair trade) untuk meningkatkan nilai produk.
LPEM FEB UI menyampaikan, strategi lainnya yang perlu diperhatikan pemerintah adalah keberlanjutan dan ketahanan iklim untuk keberlangsungan sektor pertanian dan agroindustri.

Selain mendorong penggunaan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan, dan energi terbarukan (pengering tenaga surya, biogas) di unit-unit pengolahan hasil pertanian, perlu juga dilakukan kemitraan publik dan swasta.
Hal itu akan mendorong usaha patungan dalam infrastruktur, R&D, dan pemasaran; Memfasilitasi pertaniankontrak dan model bisnis inklusif yang menghubungkan petani dengan pengolah.
Secara spesifik untuk industri pangan, LPEM FEB UI mendorong pengembangan industri peengolahan pertanian dapat melengkapi konsep ketahanan dan kemandirian pangan dengan konsep kedaulatan pangan yang didasari kendali atas produksi, lokalitas produk dan kesejahteraan petani.
Hal ini juga dapat memperkuat permintaan akan produk panganlokal melalui pengenalan pangan lokal sejak pendidikan dasar, mendorong pemanfaatan program MBG untuk menyerap produk lokal, dan minimalisasi impor pangan.
Selain itu, perlu keberpihakan dalam kebijakan lahan melalui penegakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).
Tak kalah penting, perlu melakukan kombinasi subsidi output, input dan petani sesuai karakteristik produk dan sosial-budaya masyarakat, penguatan aggregator pertanian melalui insentif dan kemudahan ijin dan permodalan serta perluasan dukungan BUMN transportasi untuk angkutan produk pertanian. (jea)