Isra Mikraj dan Salat Kita

BRIEF.ID – Setiap tahun umat Islam di seluruh dunia termasuk Indonesia memperingati salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada bulan Rajab, yaitu peristiwa Isra dan Mikraj.

Mengenai waktu terjadinya peristiwa agung ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, baik terkait tahun, bulan, maupun tanggalnya. Perbedaan ini adalah hal yang wajar dan merupakan bagian dari kekayaan khazanah keilmuan Islam.

Di Indonesia, peristiwa Isra dan Mikraj diperingati setiap 27 Rajab dan bahkan dijadikan sebagai hari libur nasional. Untuk tahun ini, peringatan peristiwa besar tersebut jatuh pada 27 Januari 2025. Dalam memperingati peristiwa agung Isra dan Mikraj, umat Islam biasanya menggelar berbagai kegiatan, seperti tabligh akbar, baik di instansi pemerintah maupun di tengah masyarakat umum.

Di Aceh, misalnya, tradisi peringatan ini diwarnai juga dengan kenduri tet apam Buleun Rajab, sebuah acara khas yang mempererat kebersamaan masyarakat. Di berbagai daerah lain, peringatan ini dilaksanakan dengan cara yang beragam, namun inti dari setiap perayaan adalah menceritakan salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW serta menggali hikmah mendalam dari peristiwa ini.

Sebagai salah satu mukjizat terbesar, Isra dan Mikraj merupakan perjalanan spiritual luar biasa di mana Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dari Masjid al-Haram di Makkah menuju Masjid al-Aqsa di Palestina. Perjalanan ini kemudian dilanjutkan dengan Mikraj, perjalanan vertikal menuju Sidrat al-Muntaha, suatu tempat yang berada di puncak langit, yang hanya dapat dicapai oleh Rasulullah SAW.

Peristiwa ini merupakan peristiwa imaniah yang wajib diyakini oleh setiap muslim dan menjadi bukti bahwa agama tidak semata-mata didasarkan pada logika, tetapi juga pada keimanan yang mendalam terhadap kebesaran Allah SWT.

Grand Syeikh Al-Azhar, Ahmad Tayyib, menegaskan bahwa Isra dan Mikraj adalah anugerah ilahi yang melampaui hukum alam. Peristiwa ini adalah mukjizat agung yang menunjukkan penghormatan tertinggi Allah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat manusia. Anugerah luar biasa ini tidak hanya menguatkan Rasulullah SAW dalam menyampaikan risalah Islam, tetapi juga menjadi pengingat bagi umat Islam akan kedudukan mulia Nabi Muhammad SAW yang menjadi saksi atas keagungan peran beliau sebagai pembawa ajaran kebenaran.

Tentu, perjalanan ini bukanlah rihlah biasa. Dua perjalanan agung tersebut (Isra dan Mikraj) dilakukan dalam satu malam, menjadikannya sebagai peristiwa yang sarat dengan makna spiritual dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW dan umat Islam hingga saat ini.

Kejadian ini diabadikan dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surat Al-Isra ayat 1, yang menjelaskan tentang perjalanan malam Rasulullah SAW dari Masjid al-Haram di Makkah ke Masjid al-Aqsa di Palestina.

Perintah Salat

Dari peristiwa dahsyat ini, terdapat banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Islam. Salah satunya adalah hadiah paling istimewa yang diterima Rasulullah SAW, yaitu perintah salat lima waktu yang menjadi rukun Islam kedua sekaligus pondasi utama dalam kehidupan seorang Muslim.

Namun, kenyataan saat ini banyak orang yang menganggap ringan meninggalkan salat. Seperti hasil survei Indonesia Moslem Report beberapa tahun lalu dan juga dikutip sejumlah media hanya 38,9% umat Islam yang secara rutin menunaikan salat. Artinya masih banyak yang belum.

Berbagai alasan sering digunakan untuk tidak melaksanakan salat, seperti kesibukan dengan pekerjaan, main game, atau bahkan alasan klasik seperti pakaian yang tidak suci. Padahal, sesibuk apapun aktivitas kita, waktu untuk salat selalu ada.

Di sinilah letak keistimewaan dan hikmah dari peringatan Isra dan Mikraj. Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa salat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dengan penuh ketekunan, tanpa ada alasan untuk mengabaikannya.

Dalam peringatan ini, kita diajak untuk bermuhasabah, mengevaluasi sejauh mana kita menjaga kualitas salat kita, apakah sudah dilaksanakan dengan baik dan benar, ataukah hanya sekadar memenuhi kewajiban tanpa kesungguhan.

Saat kita mengingat kembali perjalanan Isra dan Mikraj, kita harus merenungkan makna di balik peristiwa tersebut. Salat yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW selama Mi’raj adalah hadiah istimewa dari Allah SWT, yang diberikan langsung kepada Nabi, jauh dari jangkauan logika manusia biasa.

Ini mengajarkan kita bahwa dalam agama, tidak semuanya harus dapat diterima oleh akal semata. Ada kalanya kita harus menerima perintah Allah dengan penuh keyakinan, meskipun tidak selalu bisa dijelaskan dengan logika manusia.

Bagi mereka yang telah terbiasa melaksanakan salat dengan penuh khusyuk, salat bukanlah sekadar kewajiban, tetapi menjadi kebutuhan spiritual yang memberikan ketenangan dan kedamaian batin. Salat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, sekaligus sebagai pengingat bahwa segala kesibukan duniawi tidak boleh menghalangi kita untuk selalu mengingat-Nya. Oleh karena itu, meski dalam kesibukan apapun, seorang muslim yang telah merasakan nikmatnya salat, akan selalu menjadikan salat sebagai prioritas utama dalam hidupnya.

Oleh karena itu, peringatan Isra dan Mikraj menjadi momen yang tepat untuk bermuhasabah dan mengevaluasi kualitas salat kita. Mengapa kita masih sering mengabaikan kewajiban yang begitu besar ini?

Apa alasan di balik kelalaian itu? Ini adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap individu dengan jujur dan penuh kesadaran. Kewajiban salat adalah bagian dari ketaatan kepada Allah, dan meninggalkannya berarti kita telah gagal dalam menjalankan perintah-Nya.

Momentum ini juga menjadi pengingat untuk memperbaiki bacaan-bacaan doa dalam salat. Banyak dari kita yang menghafal doa salat sejak kecil, namun saat dewasa jarang memeriksanya kembali untuk memastikan bacaannya benar. Penting bagi kita untuk menyempurnakan kekurangan dalam ibadah agar kualitas shalat semakin meningkat. Semoga kita dapat mengambil hikmah besar dari peristiwa ini.

Menjaga Persatuan

Selain itu, peristiwa Isra Mikraj juga menyimpan pesan penting lainnya, yaitu isyarat untuk menjaga dan merawat persatuan di antara sesama umat Islam. Hal ini tergambar jelas dalam hubungan erat antara Masjid Al-Aqsha, yang merupakan kiblat pertama umat Islam, dan Masjidil Haram yang menjadi kiblat umat Islam setelah turunnya ayat 144 dalam Surat Al-Baqarah.

Dalam ayat tersebut, kita diperintahkan untuk menghadap ke arah yang satu, menyembah Tuhan yang satu, dan meninggikan kalimat tauhid yang sama. Sejatinya, pesan shalat menjadi simbol persatuan, terlebih lagi dengan pesan sosial yang terkandung dalam shalat berjamaah. Oleh karena itu, kita diajarkan untuk melawan segala bentuk provokasi yang dapat memecah belah umat.

Mari berkomitmen untuk tidak lagi meninggalkan shalat dan menjaga kualitasnya dengan baik. Selamat memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, 27 Rajab 1446 H. (Laman Resmi Kementerian Agama RI)

Muhammad Nasril, Lc, MA (ASN Kemenag Aceh Besar & Mahasiswa S3 Islamic Law UIN Jakarta (Awardee BIB Kemenag-LPDP)

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Presiden Prabowo Dianugerahi Tanda Penghargaan Kerajaan Johor

BRIEF.ID - Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto, dianugerahi...

Indonesia – Malaysia Pererat Kerja Sama Ekonomi, Energi, dan Pertahanan

BRIEF.ID – Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Kerajaan Malaysia...

Libur Panjang Isra Mikraj dan Imlek di Rumah Aja, Ini Rekomendasi Drakor Buat Kaum Mager

BRIEF.ID - Libur panjang Isra Mikraj dan Imlek Tahun...

Libur Panjang Isra Mikraj dan Imlek, KAI: Okupansi KA Jarak Jauh Melonjak hingga 120%

BRIEF.ID - PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyatakan okupansi...