Jakarta – Pertemuan antara dua pimpinan negara besar, yaitu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping pada 1 Desember 2018, disela-sela pertemuan KTT G20, menghasilkan berbagai kesepakatan dari kedua belah pihak.
Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa mulai 1 Januari 2019, AS tidak akan memberlakukan tarif tambahan pada produk yang di impor dari Tiongkok dan Tiongkok setuju untuk membeli sejumlah besar produk AS, salah satunya produk pertanian. Lalu, kedua belah pihak sepakat untuk negosiasi isu perubahan struktural Tiongkok yang berlangsung dalam batas 90 hari.
Adanya pertemuan antara dua pemimpin negara besar tersebut banyak menuai komentar dari berbagai golongan. Tidak terkecuali dari Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan persetujuan antara kedua negara besar tersebut diharapkan ada kesepakatan fundamental dalam kesepakatan perdagangan. Menurutnya adanya kesepakatan tersebut Indonesia harus pintar – pintar memanfaatkan dan antisipasi risiko yang terjadi.
Akan tetapi dari hasil pertemuan tersebut dinilai masih belum bisa menghasilkan suatu kepastian yang signifikan. “Jadi dapat membuat suatu potensi ketidak pastian, dan ada ketidak keseimbangan,” katanya di CEO Networking, Jakarta, Senin (3/12).
Ditambahnya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan sekuat tahun 2018. Apalagi di beritakan kalau OECD telah merevisi terkait pertumbuhan ekonomi global, yang diawalnya tercatat 3,9 % menjadi 3,5%.
“Tahun depan global growth tidak sekuat tahun ini (2018), maka kita perlu untuk jamin domestic demand kita cukup kuat dan resilient,” ujarnya.
No Comments