Jakarta, 27 Oktober 2020 – Pemberdayaan yang dilakukan pemerintah dan pemangku kepentingan lain terhadap pengusaha ultra mikro (UMi) diharapkan bisa lebih spesifik dan lebih terpadu ke depannya. Hal ini diperlukan agar pengembangan UMi berjalan lebih efektif dan berdampak pada semakin banyaknya pengusaha ultra mikro yang naik kelas.
Masukan tersebut dikemukakan Ketua Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Samsul Hadi. Menurutnya, selama ini pemerintah masih kurang fokus menjalankan pendampingan dan pengembangan bagi usaha UMi serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
“Selama ini Pemerintah kurang fokus. Program terkait (pengembangan) UMKM tersebar di berbagai kementerian dan lembaga, baik di tingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi selama ini terkesan tidak padu, ujar Samsul ketika dihubungi.
Samsul menganggap sejumlah program yang dimiliki pemerintah untuk memajukan UMKM dan UMi sebenarnya sudah bagus. Dia terutama mengapresiasi dukungan bagi UMKM dan UMi melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker).
CEO platform Layanan UMKM Naik Kelas (LUNAS) ini berharap implementasi berbagai program tersebut bisa berjalan baik dan harus dikawal, agar benar-benar berdampak positif terhadap para pelaku usaha kecil.
“Hal lain, semangat tinggi pemerintah pusat dalam memajukan UMKM perlu diikuti pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Jangan biarkan pemerintah pusat bergerak tanpa dukungan daerah. Khusus untuk pelaku ultra mikro, pendekatan terhadap UMi perlu lebih spesifik dengan tidak mengedepankan formalitas usaha. Contohnya, untuk pelaku ultra mikro, harus lebih dinilai dari kelayakan usahanya daripada legalitasnya, tuturnya.
Pandangan lain disampaikan Anggota Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani. Dia menuturkan selama ini pendampingan yang dilakukan pemerintah atau stakeholders lain belum efektif memajukan usaha UMi. “Hanya pendampingan yang efektif dapat memajukan UMi, ujarnya.
Menurut Franky, perlu didorong agar lebih banyak lagi pihak yang terlibat dalam program penyaluran bantuan untuk usaha UMi, seperti yang dilakukan Pegadaian dan PNM selama ini, sehingga pendampingan menjadi efektif. Hal ini mengingat besarnya jumlah pelaku usaha ultra mikro yang membutuhkan dukungan untuk pengembangan usaha dan naik kelas.
(Pengembangan UMi) belum cukup, karena jumlah usaha UM kita ada 64 juta. Perlu lebih banyak lagi program-program sejenis. Apalagi UU Cipta Kerja mengamanatkan untuk melibatkan banyak pihak (untuk pemberdayaan pengusaha kecil), ujar Franky.
Dia optimistis dengan insentif yang ada dalam UU Cipta Kerja maka ke depannya dukungan pengembangan bagi pelaku UMi dapat ditingkatkan lagi. Sinergi yang terpadu antarpihak juga harus dipastikan tumbuh demi dampak positif yang lebih besar. Tentu (kolaborasi antarpihak harus ditingkatkan). Intinya pemerintah tidak bisa sendiri menangani UMi. Libatkan masyarakat, dunia usaha (BUMN, BUMD & swasta) dan perguruan tinggi, tambahnya.
Selama ini, penyaluran bantuan dan fasilitas keuangan terhadap pelaku usaha ultra mikro sudah dilakukan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero). Kedua BUMN ini memiliki program pembiayaan khusus yakni Pegadaian Kreasi dan Kreasi Ultra Mikro, serta PNM Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM) dan PNM Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar).
Selain PNM dan Pegadaian, lembaga keuangan lain yang kerap menyalurkan pembiayaan bagi pelaku UMKM adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Hingga semester I/2020 portofolio kredit BRI ke sektor UMKM mencapai 78,58 persen dari total pembiayaan, atau setara Rp725,27 triliun.
Sementara itu, di tengah pandemi Covid-19 Pegadaian dan PNM dipercaya menjadi penyalur pembiayaan UMi oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Pembiayaan yang dititipkan PIP melalui PNM hingga Agustus lalu mencapai Rp1,2 triliun. Kemudian, dana stimulus yang ditempatkan melalui Pegadaian hingga periode yang sama mencapai Rp400 miliar.