TEMPO.CO, Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance atau INDEF menilai pemerintah telah melakukan ketidakadilan kepada generasi muda.
Hal itu, terkait dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut hampir 10 juta milenial dan generasi muda Indonesia tidak bersekolah dan pengangguran.
Peneliti Senior INDEF, Didin S. Damanhuri, mengatakan dengan berbagai kemajuan yang diklaim pemerintah saat ini, seharusnya masalah putus sekolah dan pengangguran di kalangan generasi muda dapat diminimalisasi.
Namun dalam 10 tahun terakhir, jumlah generasi muda, khususnya dari kalangan milenial dan Gen Z yang tak bersekolah dan pengangguran justru meningkat.
Didin menyampaikan data BPS tersebut sangat memprihatinkan karena menunjukkan ada ketidakadilan pemerintah dalam kebijakan bagi generasi milenial dan generasi Z yang justru menjadi tumpuan visi Indonesia Emas 2045.
Salah satunya adalah biaya pendidikan yang mahal, hingga lapangan kerja yang tak cukup tersedia bagi lulusan perguruan tinggi atau SMA. Bahkan baru-baru ini pemerintah menaikan uang kuliah tunggal (UKT) namun kemudian membatalkanya karena diprotes masyarakat.
“Ada 10 juta Gen Z yang tidak bersekolah dan bekerja. Pertanyaan yang muncul seiring dengan permasalahan biaya pendidikan adalah kemana saja Kementerian Pendidikan selama 10 tahun terakhir ini? Ini ketidakadilan bagi generasi milenial dan Gen Z,” ujar Didin.
BPS sebelumnya melaporkan 9,9 juta penduduk usia 15-25 tahun tidak sekolah, atau mengikuti pelatihan, dan pengangguran. Hal itu, merupakan hasil survei BPS dari tahun 2021-2022.
Dari angka tersebut, pengangguran dialami oleh 5,73 juta remaja putri dan 4,17 juta remaja putra. Jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah sesuai hasil survei BPS untuk tahun 2023.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z pada tahun 2023.
Salah satunya adalah ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, tingginya angka pengangguran disebabkan karena generasi Z masih mencari pekerjaan.
Menaker Ida juga menyoroti penyumbang terbesar angka pengangguran pada generasi Z berasal dari lulusan sekolah kejuruan, yakni sebesar 8,9 persen dari keseluruhan tingkat pengangguran.
“Angka pengangguran sebagian besar berasal dari lulusan SMK karena ketidaksesuaian tersebut,” ujar Ida.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, lanjutnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (PP) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan.
PP Nomor 68/2022 mengharuskan lembaga pendidikan dan pelatihan beradaptasi untuk beradaptasi dengan kebutuhan industri. Peraturan ini juga mendorong kolaborasi antara pihak sekolah dengan industri atau penyedia lapangan kerja.
No Comments