BRIEF.ID – Calon Presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyatakan, demokrasi Indonesia telah dinodai kekuasaan dan kepentingan pribadi.
Pernyataan itu, disampaikan Ganjar dalam pidato pembukaan di sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pada Rabu (27/3/2024). Bertindak sebagai pemimpin sidang adalah Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo.
Ganjar dan calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, secara berturut-turut menyampaikan pidato pembukaan.
Dalam pidatonya, Ganjar menguraikan tentang cita-cita kemerdekaaan untuk membawa kebaikan bagi seluruh warga negara Indonesia, yang diperjuangkan para proklamator.
Meski demikian, saat ini Indonesia berada dalam keprihatinan besar, terutama bagi masyarakat yang berpikir kritis serta peduli pada kehidupan bangsa dan negara yang bermartabat, sesuai visi untuk menjunjung tinggi kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan.
“Setiap negara dengan visi mulia semacam itu niscaya menginginkan kepemimpinan yang sanggup menomor satukan kepentingan dan kesejahteraan warga di atas kepentingan pribadi mereka yang berkuasa,” kata Ganjar.
Dia menjelaskan, pada satu titik perjalanan bangsa Indonesia, seluruh warga negara pernah disatukan dengan semangat yang sama untuk melakukan reformasi pada 1998.
Hal itu, untuk memperjuangkan hal yang sangat esensial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk mengoreksi pemerintahan yang saat itu dianggap sangat melenceng, membelenggu kebebasan warga, menebar ketakutan dan menjauhkan negara ini dari cita-cita luhurnya.
Ganjar mengungkapkan, sebagian besar warga Indonesia tahu bahwa reformasi bukanlah sesuatu yang didapatkan cuma-cuma. Banyak saudara, kerabat, dan sahabat yang menjadi korban.
“Mereka mengikhlaskan hidup mereka agar negara ini dijalankan dengan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada warga negara oleh pemerintahan yang mampu memikul amanat proklamasi,” ujar Ganjar.
Oleh karena itu, Ganjar menegaskan akan selalu menghormati mereka yang telah merelakan hidup demi memperjuangkan reformasi untuk menegakkan hukum dan demokrasi.
“Sebagian dari kita mungkin melupakan pengorbanan mereka, melupakan air mata dan kepedihan keluarga yang kehilangan anggota keluarga yang dicintai, dan melupakan semangat yang mendasari lahirnya reformasi 25 tahun lalu,” ungkap Ganjar.
Menurut dia, hanya setelah reformasi rakyat Indonesia dapat menikmati kebebasan berpendapat, demokrasi yang lebih bebas dan terbuka, hak untuk memilih pemimpin yang dipercayai, dan menegaskan aturan tentang periode kepemimpinan harus dibatasi.
Terkait dengan itu, paslon nomor urut 3 mengajukan permohonan ke MK dengan niat sederhana, yaitu mengingatkan orang-orang yang cepat lupa bahwa semua yang setia pada cita-cita reformasi akan selalu mengingat pengorbanan para korban dan menghidupkan semangat mereka di hati.
“Tugas besar kita hari ini adalah meneguhkan diri dan bersumpah pada diri sendiri bahwa kematian mereka yang berjuang demi reformasi bukanlah kematian yang sia-sia. Kita harus bersatu untuk merawat ingatan kita,” tutur Ganjar.
Mudah Lupa
Pada kesempatan itu, Ganjar juga menyampaikan kepada masyarakat yang mudah lupa dengan perjuangan reformasi agar mengingat kembali harga yang harus dibayar untuk menegakkan demokrasi di Indonesia.
Menurut dia, cita-cita reformasi hendaknya menguatkan rakyat Indonesia akan tanggung jawab yang melekat pada setiap generasi untuk mewariskan keteladanan yang luhur kepada generasi mendatang.
“Kita juga akan selalu ingat bahwa demokrasi bisa dinodai oleh mereka yang hanya memedulikan kekuasaan dan mendahulukan kepentingan pribadi,” kata Ganjar.
Untuk itu, lanjutnya, paslon nomor urut 3 tidak tinggal diam dengan hasil pemilu yang telah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mengajukan gugatan terkait kecurangan yang terjadi pada setiap tahapan pemilihan presiden.
“Ini bukan hanya sekadar kecurangan pada pemilu yang baru lalu, tapi yang mengejutkan bagi kita semua, yang benar-benar menghancurkan moral, adalah menyalahgunakan kekuasaan,” ungkap Ganjar.
Berbagai penyalahgunaan kekuasaan antara lain, pemerintah menggunakan segala sumber negara untuk mendukung paslon tertentu, ada aparat keamanan digunakan untuk membela kepentingan politik pribadi.
Hal ini, mendorong Ganjar-Mahfud untuk bersikap tegas menolak segala bentuk intimidasi dan penindasan. Bahkan, keduanya menolak Indonesia dibawa mundur pada masa sebelum reformasi.
“Kami menggugat sebagai bentuk dedikasi kami untuk menjaga kewarasan, untuk menjaga agar warga tidak putus asa terhadap perangai politik kita, dan untuk menjaga impian semua warga negara tentang indonesia yang lebih mulia. Bagi kami ini impian yang harus kita kejar agar setiap langkah kita meninggalkan jejak tak terlupakan bagi masa depan yang lebih baik. Tuhan merahmati kita semua, Tuhan merahmati Indonesia,” tutur Ganjar.
No Comments