Ekonom Indef: Industri Era Jokowi Babak Belur, Kerja Prabowo Subianto Berat

September 23, 2024

BRIEF.ID – Ekonom Indef Eisha Maghfiruha Rachbini mengungkapkan, pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) industri  nasional babak belur, sehingga pemerintahan mendatang pimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto harus kerja keras.

Prabowo, yang akan memimpin Indonesia pada periode 2024-2029 menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%. Target perekonomian yang  dinginkan  Prabowo   pernah terwujud pada era Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto. Saat itu ekonomi nasional berhasil tumbuh di level 8-9%.

“Rata-rata pertumbuhan 8% pernah dicapai pada 1989 hingga 1996 di mana pertumbuhan dapat mencapai 8-9 % dalam satu tahunnya,” ungkap Eisha dalam diskusi panel, di Jakarta, Senin (23/9/2024)

Kunci keberhasilan pemerintahan order baru adalah peningkatan industri manufaktur, bukan hilirisasi. Menurut Eisha, jurnal yang menjelaskan tentang hilirisasi mampu mengubah ekonomi satu negara masih terbatas. Perubahan justru ada karena industrialisasi, terutama pada sektor manufaktur.

Pada era ekonomi nasional meroket, industri manufaktur juga meningkat. Tahun 1989 industri manufaktur tumbuh 19% dan terus meningkat menjadi 25%.

“Sayangnya, pada dekade terakhir, kontribusi sektor industri terus menurun. Bahkan, pada 2023 tumbuh hanya 18%. Hal itu salah satu titik cukup rendah dibandingkan prestasi di tahun 80an. Seolah-olah kembali terjadi de-industrialisasi dini,” paparnya.

Artinya, Eisha menegaskan kondisi industri nasional terus memburuk. Pertumbuhan industri di Indonesia belum mencapai taraf penghasilan per kapita setara negara maju. Sementara industri jasa mulai naik tinggi, khususnya pada sektor informal. Ini mengkhawatirkan, karena sektor tersebut cukup rapuh terhadap gejolak.

Eisha menjelaskan, masalah industri nasional masih bertumpu pada komoditas bukan teknologi tinggi. Produktivitas juga rendah seiring dengan masalah tenaga kerja. Indonesia masih tertinggal dari China dan Jepang. Daya saing tenaga kerja juga masih di bawah Thailand.

“Juga inovasi dan teknologi, lalu masalah kawasan industri yang banyak dibangun tapi operasional, utilitas masih menjadi tantangan. Begitu pula infrastruktur dan penggunaan komponen dalam negeri untuk produk industri pengolahan, beserta penggunaan material saat ini masih tergantung impor,” ujarnya.

Situasi tersebut harus diubah pada era pemerintahan Prabowo. Menurut Eisha, Indonesia memiliki kemampuan untuk kembali tumbuh tinggi dengan segala sumber daya yang ada.

“Seharusnya dengan economy complexity yang tinggi sebenarnya menunjukkan Indonesia akan mampu memproduksi dengan baik, nilai tambahnya tinggi, berkualitas dengan high tech technology, sehingga bisa memberikan produktivitas dan memiliki inovasi dan keterampilan tinggi. Hingga kemudian bisa menaikkan daya siang ekspor. Pada gilirannya akan menumbuhkan ekonomi dan mendorong penggunaan emisi, menyediakan lapangan kerja, menurunkan pengangguran dan mengurangi kemiskinan,” terang Eisha.

“Hal di atas yang menjadi landasan di mana ketika ingin menjadi negara maju kita perlu meningkatkan nilai tambah dan berproduksi via industri manufaktur yang dapat menyediakan nilai tambah dan export complexity yang juga tinggi. Juga  diversifikasi ekspor sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.” (cnbcindonesia)

No Comments

    Leave a Reply